Ada kemajuan Pembicaraan Nuklir AS-Iran, Harga Minyak Kini Mulai Turun

Ada kemajuan Pembicaraan Nuklir AS-Iran, Harga Minyak Kini Mulai Turun

KABARINDO, JAKARTA - Adanya kemajuan dalam pembicaraan nuklir AS-Iran yang dapat mengarah pada penghapusan saksi AS terhadap penjualan minyak Iran. Hal ini pun berdampak pada turunnya harga minyak sejak penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi WIB). Hal ini juga mengimbangin kekhawatiran tentang ketatnya pasokan minyak dunia.

Dikutip dari CNBC, Selasa (8/2/2022), harga minyak mentah Brent turun 58 sen atau 0,62persen dan menutup perdagangan di level USD 92,69 per barel, setelah sebelumnya hampir UUSD 94,00, level tertinggi sejak Oktober 2014.

Harga minyak mentah West Texas Intermediate AS turun 99 sen atau 1,07 persen menjadi USD 91,32 per barel, setelah mencapai tertinggi 2014 di USD 93,17 pada akhir pekan lalu.

Pada pekan lalu minyak mentah reli untuk minggu ketujuh di tengah kekhawatiran tentang gangguan pasokan yang dipicu oleh cuaca dingin AS dan gejolak politik yang berlangsung antara produsen utama di dunia.

Jika sanksi AS dicabut, maka Iran dapat mengekspor jutaan barel minyak mentah. Hal ini nantinya akan membantu menurunkan harga minyak tersebut.

Pada Jumat, Presiden AS, Joe Biden, memulihkan keringanan sanksi ke Iran untuk memungkinkan proyek kerja sama nuklir internasional ketika pembicaraan tentang kesepakatan nuklir internasional 2015 mencapai tahap akhir.

Keringanan sanksi akan berdampak pada ekonomi Iran, hal ini dinilai menjadi nilai positif oleh pasar bahwa kedua belah pihak sedang berusaha untuk mendapatkan kesepakatan.

 “Investor mengharapkan lebih banyak tikungan dan belokan dalam pembicaraan AS-Iran dan tidak ada kesepakatan yang akan dicapai dalam waktu dekat,” kata Kepala Analis Fujitomi Securities Co Ltd, Kazuhiko Saito.

Analis Commerzbank Carsten Fritsch mengatakan jika sanksi tersebut dilonggarkan, maka akan sangat membantu meringankan pasar minyak.

Selain itu, para analis menilai harga minyak mentah yang telah naik sebesar 20 persen di tahun ini nantinya akan melampaui USD 100 per barel karena ada banyak permintaan global.

Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia, bersama-sama dikenal sebagai OPEC+ sedang berusaha untuk memenuhi target meski mengalami tekanan dari konsumen untuk meningkatkan produksi lebih cepat.

Memicu kekhawatiran pasokan, Eropa Timur tetap mengalami ketegangan, dengan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan mengatakan pada Minggu (6/2/2022) bahwa Rusia dapat menyerang Ukraina dalam waktu dekat, tetapi mungkin saja masih memilih jalur diplomatik.

Sumber: Liputan6.com

Foto: Bloomberg.