Ketum PBNU: Hak Veto 5 Anggota Tetap DK PBB Lemahkan Penegakan Piagam PBB

Ketum PBNU: Hak Veto 5 Anggota Tetap DK PBB Lemahkan  Penegakan Piagam PBB

KABARINDO, NEW JERSEY - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf yang akrab disapa Gus Yahya menilai hak veto oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah melemahkan penegakan Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Dalam rilis persnya dikutip dari Antara, Sabtu (6/12/2023), Gus Yahya menyatakan hak veto itu telah melemahkan legitimasi PBB dan memungkinkan terjadinya pelanggaran aturan oleh pihak-pihak yang mengejar tujuan tersendiri melalui berbagai upaya politik, ekonomi, dan militer.

Gus Yahya menyatakan itu semua dalam sebuah acara di  Universitas Princeton, New Jersey, Amerika Serikat, pada Rabu (13/12).

Gus Yahya menilai hak veto membuat anggota tetap Dewan Keamanan PBB melindungi kepentingan nasional atau sekutunya sekalipun  bertentangan dengan konsensus internasional.

Gus Yahya mengakui peran besar negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, dalam membentuk tatanan internasional pascaperang. Dia menilai, kekuatan ekonomi, militer, dan politik Barat menjadi pilar utama yang mendukung tatanan  itu.

"Namun ketika negara-negara lain memanfaatkan peluang yang diberikan oleh keterbukaan, keamanan, dan stabilitas sistem internasional pascaperang, kekuatan Barat yang tadinya hegemonik kini mengalami kemunduran, dan dunia multikutub pun mulai muncul," papar Gus Yahya.

Dia menilai hal itu berbahaya dalam sejarah dunia, terutama karena berpotensi mendorong penyalahgunaan kekuatan politik dan militer yang akhirnya melemahkan kredibilitas Barat sendiri di mata negara-negara Global South.

"Di tengah dunia yang semakin multikutub, kekuatan Barat dan budaya Barat saja tidak cukup untuk mempertahankan, apalagi menguatkan dan meningkatkan tatanan internasional berbasis aturan yang didedikasikan untuk menjaga kedaulatan nasional dan HAM," kata dia.

Meski demikian, Gus Yahya meyakini masih ada harapan untuk mengatasi tantangan tersebut. Ia memandang kerja sama antarumat manusia dari berbagai agama dan negara menjadi langkah penting dalam mengatasi tantangan global.

Gus Yahya lalu mendorong penyelarasan ajaran agama dengan konsensus internasional pasca-Perang Dunia Kedua dan mobilisasi komunitas masing-masing untuk membangun tatanan dunia yang lebih adil dan harmonis yang menghormati persamaan hak dan martabat setiap individu.

"Salah satu langkah penting adalah menyelaraskan ajaran agama kita dengan konsensus internasional yang muncul setelah Perang Dunia Kedua dan memobilisasi komunitas kita masing-masing untuk membangun tatanan dunia yang didasarkan pada penghormatan terhadap persamaan hak dan martabat," pungkas Gus Yahya.