Amnesty International: Israel Terapkan 'Apartheid' pada Warga Palestina

Amnesty International: Israel Terapkan 'Apartheid' pada Warga Palestina

KABARINDO, YERUSALEM – Amnesty International pada Selasa (2/1) menuduh Israel menempatkan warga Palestina ke dalam sistem apartheid yang didasarkan pada kebijakan "pemisahan, perampasan, dan pengucilan" yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Kelompok hak asasi yang berbasis di London itu mengatakan temuannya didasarkan pada penelitian dan analisis hukum dalam laporan setebal 211 halaman tentang penyitaan Israel atas tanah dan properti Palestina, pembunuhan di luar hukum, pemindahan paksa orang dan penolakan kewarganegaraan.

Laporan tersebut senada dengan laporan kelompok hak asasi internasional lainnya yang berbasis di New York, Human Rights Watch (Lembaga Hak Asasi Manusia), pada April 2021.

Israel mengatakan laporan Amnesty International itu "mengkonsolidasikan dan mendaur ulang kebohongan" dari kelompok-kelompok kebencian dan dirancang untuk "menuangkan bahan bakar ke api antisemitisme," serta menuduh Amnesty Inggris menggunakan "standar ganda dan demonisasi untuk mendelegitimasi Israel".

Baca juga: Polisi Israel Hancurkan Rumah di Sheikh Jarrah Lagi

Penindasan dan Dominasi

Amnesty mengatakan Israel memberlakukan sistem penindasan dan dominasi terhadap warga Palestina "di mana pun ia memiliki kendali atas hak-hak mereka", demikian pula terhadap warga Arab Israel, warga Palestina di wilayah yang diduduki Israel, dan pengungsi yang tinggal di luar negeri.

Penindasan yang dimaksud di antaranya adalah pembatasan pergerakan Palestina di wilayah yang diduduki dalam Perang Timur Tengah 1967, kurangnya investasi dalam komunitas Palestina di Israel, dan pencegahan kembalinya pengungsi Palestina.

"Kejahatan apartheid terhadap kemanusiaan" Israel juga meliputi pemindahan paksa, penyiksaan dan pembunuhan di luar hukum, yang menurut Amnesty International dilakukan Israel untuk mempertahankan sistem "penindasan dan dominasi" mereka.

(Foto: Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid -Reuters)

Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid menanggapi, "Israel tidak sempurna, tetapi ini adalah demokrasi yang berkomitmen pada hukum internasional dan terbuka untuk pengawasan dengan pers yang bebas dan Mahkamah Agung yang kuat.”

Pemerintah Israel mengutip alasan kekhawatiran keamanan dalam memberlakukan pembatasan perjalanan pada warga Palestina, yang pernah memberontak di awal 2000-an termasuk dengan bom bunuh diri di kota-kota Israel.

Tak Berdasar

Federasi Yahudi Amerika Utara dan Dewan Pusat Yahudi di Jerman mengecam laporan terbaru Amnesty International itu dan menuduhnya antisemit.

"Kesimpulan kami mungkin mengejutkan dan mengganggu - dan memang seharusnya begitu," kata Sekretaris Jenderal Amnesti Agnes Callamard pada konferensi pers di Yerusalem.

"Beberapa [pejabat] di dalam pemerintahan Israel mungkin berusaha untuk mengelak dengan menuduh kami mencoba untuk mengacaukan Israel atau menjadi antisemit," kata Callamard, menambahkan bahwa kritik semacam itu "tidak berdasar."

(Foto: Israel terus melakukan pembangunan di Tepi Barat walau ditentang banyak negara. -Reuters)

Amnesty mengatakan Dewan Keamanan PBB harus memberlakukan embargo senjata terhadap Israel karena telah membunuh sejumlah warga sipil selama protes mingguan di perbatasan dengan Gaza pada tahun 2018-2019, meskipun Israel mengatakan protes itu termasuk upaya oleh gerilyawan Palestina untuk melanggar pagar perbatasannya.

Kementerian luar negeri Palestina dalam tanggapannya menyatakan, "Dewan Keamanan dan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa berkewajiban untuk memperhatikan bukti kuat yang diajukan oleh Amnesti dan organisasi hak asasi manusia terkemuka lainnya dan meminta pertanggungjawaban Israel atas kejahatannya terhadap rakyat Palestina, termasuk dengan sanksi-sanksi."

Putaran terakhir pembicaraan damai Israel-Palestina gagal pada 2014. ***(Sumber dan foto: Reuters)