Google Mengenang Ismail Marzuki

Google Mengenang Ismail Marzuki

Pengguna mesin peramban internet populer Google hari ini mendapati komposer Indonesia Ismail Marzuki sebagai doodle (gambar tema logo sementara). Diilustrasikan oleh Ykha Amelz, Google merayakan komposer besar tersebut karena pada hari ini (10/11) di tahun 1968, pemerintah Indonesia meresmikan apa yang sekarang menjadi Pusat Kesenian Jakarta - Taman Ismail Marzuki (TIM), yang berfungsi sebagai pusat pelestarian warisan budaya Indonesia dan inovasi kreatif dalam seni rupa, musik, teater, tari, dan film. Peresmian institusi ini merupakan upaya pemerintah dalam menghormati warisan sang maestro pada bangsa.

Lahir di Kwitang, Jakarta Pusat, Indonesia pada 11 Mei 1914, Ismail Marzuki tumbuh besar dengan berlatih hingga lima jam sehari untuk menguasai delapan instrumen: harmonika, mandolin, gitar, ukulele, biola, akordeon, saksofon, dan piano. Pada usia 17, ia menggubah lagu pertama dari ratusan lagu yang akan ia hasilkan sepanjang kariernya. Menjadi musisi dan komposer bukanlah profesi yang umum saat itu, namun ketekunannya menghasilkan cukup banyak lagu-lagu patriotik, yang di kemudian hari menjadikannya seorang pahlawan nasional selama gerakan kemerdekaan bangsa.

Di antara lagu-lagu perjuangannya yang populer adalah “Halo-Halo Bandung”, “Gugur Bunga”, "Selendang Sutra", dan “Rayuan Pulau Kelapa”. Pasca kemerdekaan, pada tahun 1955, Marzuki mengambil alih kepemimpinan Orkestra Studio Jakarta yang bergengsi dan menggubah lagu Pemilihan Umum, tema musik pemilihan umum pertama di Indonesia.

Komposer besar itu wafat di usianya yang ke-44 di tahun 1958. Untuk menghormati kontribusi budayanya, pemerintah Indonesia menobatkan Marzuki sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2004. Hari ini, pengunjung dapat mempelajari lebih lanjut tentang Marzuki di TIM, dan menyaksikan koleksi pribadinya termasuk tulisan tangan lagu-lagunya dan beberapa dari banyak instrumennya.

Ilustrator Ykha Amelz merasa senang diberi kesempatan Google karena Ismail Marzuki adalah salah satu idola musiknya dan ia sering berkunjung ke TIM saat masih remaja. Harapannya, “ketika orang-orang melihat ilustrasi tersebut, maka salah satu lagu Ismail Marzuki akan otomatis terngiang di kepala mereka dan teringat akan semangat juang yang dimiliki Ismazil Marzuki untuk musik lokal dan kebebasan berekspresi.”