Kabareskrim Polri Bongkar Upaya ACT Pindahkan Dokumen Penting

Kabareskrim Polri Bongkar  Upaya ACT Pindahkan Dokumen Penting

KABARINDO, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri membongkar adanya upaya pemindahan dokumen penting dari kantor yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Jakarta ke sebuah lokasi di Bogor, Jawa Barat. Dokumen penting itu saat ini sudah ditemukan Polri.

"Ada beberapa dokumen penting dipindahkan ke lokasi Bogor dan sudah ditemukan oleh penyidik," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan melalui pesan singkatnya, Sabtu (30/7/2022).

Polri berencana mengonfirmasi soal dugaan pemindahan dokumen penting tersebut kepada empat tersangka penyelewengan dana sumbangan umat yang dikelola ACT yang saat ini sedang menjalani proses penahanan.

"Nanti kita dalami kembali," singkatnya.

Diketahui sebelumnya, Dittipideksus Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan penyelewengan dana sumbangan umat yang dikelola lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Adapun, keempat tersangka tersebut yakni, mantan Presiden ACT, Ahyudin (A); Presiden ACT, Ibnu Khajar (IK). Kemudian, Senior Vice President & Anggota Dewan Presidium ACT, Hariyana Hermain (HH); serta Ketua Dewan Pembina ACT, N Imam Akbari (NIA).

Belakangan, Bareskrim Polri sedang mengusut kasus dugaan penyalahgunaan dana sumbangan umat yang dikelola ACT. Salah satunya, dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018.

Di mana, Boeing telah menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial. Semula, dana diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban.

Sebagai kompensasi tragedi kecelakaan, Boeing memberikan dua santunan, yakni uang tunai kepada para ahli waris masing-masing sebesar 144.500 dolar AS atau sebesar Rp2,06 miliar, dan bantuan non tunai dalam bentuk CSR.

Namun, dana yang diberikan diduga dikelola dengan tidak transparan dan menyimpang. Beberapa di antaranya, diduga digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi ACT.

Dalam mengusut kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.