Komisi VIII DPR Sarankan Hukuman Kebiri bagi Pemilik Ponpes Perkosa Santri di Sumsel

Komisi VIII DPR Sarankan Hukuman Kebiri bagi Pemilik Ponpes Perkosa Santri di Sumsel

KABARINDO, OGAN KOMERING ULU - Moh Syukur (50) pemilik pondok pesantren di Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan memperkosa muridnya sendiri yakni S (19). Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto menyarankan agar pelaku dikenakan hukuman kebiri.

“Jadi kalau menurut saya siapa pun pelaku pemerkosaan apalagi dia berkedok sebagai seorang pendidik yang seharusnya menjadi panutan tapi justru membuat kebejatan dan merusak masa depan anak didiknya ya saya setuju hukuman pemberatan. Jadi kalau pidananya 15 tahun dan hukum kebiri,” kata Yandri, Jumat (31/12/2021).

Yandri menyarankan hal tersebut perlu dilakukan karena ia menganggap pemberatan hukuman itu perlu dilakukan agar tidak ada lagi kasus serupa.

“Sehingga itu bisa menutup celah. Apalagi saya dengar ini residivis artinya pernah melakukan sesuatu, kembali melakukan lagi, untuk menutup korban-korban berikut dari pelaku ini, perlu hukum kebiri. Sehingga nanti kalaupun dia keluar dari penjara dia tidak melakukan hal serupa,” sebutnya.

Kemenag juga akan bertindak tegas dengan mencabut izin pondok pesantren tersebut. Dengan jelas, Yandri mendukung Langkah tersebut, akan tetapi ia meminta agar peserta didik di pesantren tersebut tetap bisa melanjutkan pendidikannya di tempat lain.

“Ya tadi setuju dicabut (izin pesantren) tetapi jangan sampai anak didik yang lain, itu menjadi korban. Artinya pihak Kemenag Sumatera Selatan atau di kabupaten tersebut perlu untuk mengiventarisir anak didik di sana yang bisa diteruskannya pendidikannya,” ujarnya.

Bukan tanpa alasan, dalam permintaannya tersebut kepada Kemenag, Yandri ingin Kemenag menjamin keberlanjutan pendidikan santri dan santiwati disana jika memang izin pesantren akan dicabut.

“Jangan sampai-gara-gara dicabut izinnya mereka menjadi terlantar atau tidak meneruskan pendidikan. Jadi perlu ada pola yang lebih serius dari pihak Kemenag, bukan hanya sekedar mencabut izin, tetapi anak didik yang masih berporses pembelajaran atau sebagai anak didik ini perlu diselamatkan,” katanya.

Awal Mula Kasus

Sekadar informasi, sebelumnya polisi menangkap Moh Syukur karena diduga melakukan pemerkosaan terhadap santriwati hingga melahirkan. Awalnya korban ini tidak mau melaporkan aksi bejat gurunya tersebut karena takut tidak dipercaya dan mengaku jika kejadian tersebut sudah lama terjadi.

“Korban ini tidak mau melapor karena takut pengakuannya tidak dipercaya. Ya itu karena status tersangka ini merupakan orang panutan di Ponpes itu, jadi korban segan,” ujar Kasat reskrim Polres OKU Selatan AKP Acep Yuli Sahara, Jumat (31/12/2021).

Kejadian bejat tersebut terjadi sekitar bulan April 2021 lalu. Saat itu banyak santri yang pulang ke rumah untuk menjalankan ibadah puasa pertama. Namun, S tidak pulang karena rumahnya cukup jauh dari pesantren. Ketika itu suasana pesantren sedang sepi, hal tersebutlah yang membuat Syukur datang ke asrama putri dan memperkosa S.

“Karena kondisi saat itu sepi karena hamper semua santri pulang tidak ada yang mengetahui perbuatan pelaku. Korban sempat melawan namun kalah tenaga,” kata Acep.

Sekitar Juni 2021 korban baru mengaku jika ia tak lagi datang bulan hingga akhirnya pada 21 Desember 2021 S pun melahirkan di dalam kamar mandi asrama pondok pesantren dengan kondisi bayi yang prematur. Darisinilah akhirnya mulai terkuak jika pelaku sebenarnya adalah pemilik pondok pesantren, mengingat S belum menikah.

“Karena curiga korban ini belum menikah, akhirnya terkuak bahwa pelaku adalah guru di sana. Sehingga kasus ini dilaporkan dan pelaku kita tangkap,” kata kapolres.

“Bayinya baru berusia 7 hari dengan kondisi yang sehat,” tambahnya.

Atas perbuatannya Syukur dikenakan pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan ancaman hukuman penjara di atas lima tahun.

Sumber: Detik.com, Kompas.com

Foto: Detik.com