Mau Untung Sekaligus Selamatkan Bumi, Bisakah Impact Investing Jadi Solusi?
Mau Untung Sekaligus Selamatkan Bumi, Bisakah Impact Investing Jadi Solusi?
Surabaya, Kabarindo- Di tengah semakin gentingnya krisis iklim global, investasi berdampak (impact investment) muncul sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan lingkungan di Indonesia.
Berbeda dengan investasi konvensional yang berorientasi pada keuntungan finansial semata, investasi berdampak menitikberatkan pada aspek lingkungan dan sosial. Seorang investor berdampak akan mendanai bisnis yang memperhatikan dampak lingkungan, juga secara aktif menitikberatkan kontribusi usahanya dalam menciptakan perubahan positif.
Hal ini mendorong tumbuhnya kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) yang berperan penting dalam mewujudkan keberlanjutan ekonomi dan lingkungan di Indonesia. Topik ini menjadi bahan perbincangan di acara Dialog PERSpektif: “Mau Untung Sekaligus Selamatkan Bumi. Bisakah Impact Investing Jadi Solusi?”
Khalayak mendapatkan wawasan bahwa jika dijalankan optimal, investasi berdampak dapat menjembatani kepentingan bisnis berorientasi profit dengan tujuan keberlanjutan lingkungan. Dengan meningkatnya tantangan lingkungan di Indonesia, seperti deforestasi, eksploitasi sumber daya laut dan pengelolaan limbah, investasi yang mendukung solusi berkelanjutan menjadi semakin mendesak. Tanpa dukungan finansial yang memadai, dampak negatif terhadap lingkungan akan semakin sulit dikendalikan.
Indonesia pernah dikenal sebagai paru-paru dunia berkat luasnya hutan hujan tropis yang dimiliki. Namun selama 2021-2022, Indonesia kehilangan lebih dari 1.000 km² hutan akibat deforestasi. Selain itu, sektor perikanan mengalami kerugian hingga 26 juta ton ikan per tahun akibat praktik penangkapan ilegal. Ironisnya, Indonesia juga menjadi salah satu penghasil limbah makanan terbesar kedua di dunia. Di tingkat global, peningkatan emisi karbon yang terus berlangsung semakin memperburuk situasi dan berisiko menyebabkan pemanasan global melebihi 1,5°C.
Di sisi lain, kesadaran masyarakat terhadap dampak lingkungan dari aktivitas bisnis terus meningkat, terutama di kalangan generasi muda. Dessi Yuliana, praktisi lingkungan dan CEO Carbon X, dalam diskusi panel Dialog PERSpektif ini (5/2/2025), menyoroti pergeseran perilaku konsumen yang kini lebih mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan dalam keputusan pembelian produk.
“Saat ini terjadi pergeseran fokus di masyarakat, terutama pada generasi muda, berupa peningkatan kesadaran dampak sosial dan lingkungan. Dengan begitu, terdapat dorongan kuat dari pasar agar perusahaan tidak hanya fokus pada profit, tetapi juga mengintegrasikan keberlanjutan dan berkontribusi aktif dalam solusi permasalahan lingkungan mulai dari pengelolaan limbah dan kebijakan-kebijakan yang diambil industri dalam kegiatan operasionalnya,” ujarnya.
Dessi Yuliana juga mengakui terjadi peningkatan kesadaran masyarakat akan dampak aktivitas bisnis yang tidak bertanggung jawab, yang ternyata mendorong perubahan nyata dalam skala besar dan lintas sektor.
“Pasar lokal maupun global menuntut perusahaan agar tidak sekadar mengejar profit, tetapi juga mengintegrasikan keberlanjutan serta berperan aktif mengatasi masalah lingkungan. Investor didorong untuk memastikan setiap aktivitas bisnis yang didukung telah menerapkan prinsip yang bertanggung jawab, juga berdampak jangka panjang untuk perbaikan lingkungan dan masyarakat,” papar Dessi.
Investasi berdampak memang mengalami peningkatan di Indonesia. Mengacu data Global Impact Investing Network (GIIN), total aset yang dikelola lewat impact investing di seluruh dunia saat ini sudah lebih dari 1,1 triliun dollar AS (Rp16.927,9 triliun). Sementara Indonesia sendiri menjadi salah satu pasar yang paling aktif untuk investasi berdampak dengan catatan berhasil menarik investasi sebesar 1,5 miliar dollar AS (Rp 23,08 triliun). Nilai investasi yang fantastis ini masih belum cukup untuk mengatasi kebutuhan sosial dan lingkungan yang meningkat di Indonesia.
Petrus Gunarso, pengamat kehutanan dan lingkungan hidup serta Business Development Advisor PT Transportasi Gas Indonesia, menyebut inti dari investasi berdampak adalah investasi yang ditujukan bagi proyek atau perusahaan yang menciptakan dampak sosial-lingkungan yang terukur, berfokus pada keuntungan sosial dan atau lingkungan, serta mendatangkan keuntungan finansial.
“Pada praktiknya, investasi berdampak mengarahkan modal ke perusahaan, organisasi dan proyek yang menangani tantangan kritis seperti energi terbarukan, perumahan terjangkau, akses kesehatan, pertanian hingga kehutanan berkelanjutan,” tutur Petrus, yang merupakan tokoh penganjur keberlanjutan sejak tahap paling awal.
Kewirausahaan sosial jawab tantangan dan skema bisnis berkelanjutan.
Menyikapi tantangan ini, kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) menjadi salah satu jawaban untuk membuka jalan ke arah baru. Fikri Syaryadi, praktisi investasi berdampak dan CEO Bumandhala Impact Fund, mengakui maraknya investasi berdampak membuka peluang tumbuhnya kewirausahaan sosial di Indonesia.
“Kewirausahaan sosial menggabungkan fundamental pendirian bisnis mulai dari inovasi ide, tata kelola keuangan, hingga produk akhir yang bertujuan mengatasi isu sosial-lingkungan di masyarakat yang terjadi secara struktural maupun kultural,” jelas Fikri.
Salah satu tantangan utama pengembangan kewirausahaan sosial adalah keterbatasan pendanaan. Banyak investor beranggapan model bisnis ini sulit menghasilkan profit dan dampak sosialnya sulit diukur. Di sinilah investasi berdampak berperan dalam mendukung pertumbuhan kewirausahaan sosial. Investasi ini dapat diterapkan di berbagai sektor seperti agrikultur, kehutanan, pengelolaan limbah dan perikanan. Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia, peluang untuk menerapkan skema investasi berdampak dalam sektor-sektor tersebut sangat besar.
“Kewirausahaan sosial muncul sebagai bentuk inovasi jangka panjang sebagai solusi masalah lingkungan dan sosial, yang berasal dari sektor swasta maupun masyarakat, untuk kebaikan bersama. Namun, perubahan skala besar dan jangka panjang ini tidak mudah dan tidak murah untuk direalisasikan,” lanjut Fikri.
Foto: istimewa
Comments ( 0 )