Mendahulukan Film Nasional; Ayo Ke Bioskop..!
Film Nasional Harus Punya Waktu Tayang & Bisa Ditonton Segala Usia sesuai Klasifikasi LSF
KABARINDO, JAKARTA- Diskusi via wagrup demiFilm Indonesia berlanjut.
"Kalau ingin memajukan industri perfilman nasional, harusnya mendukung agar film nasional ditonton oleh banyak orang, tapi dengan memberikan rating 13+ sudah memangkas penonton yg berumur di bawah itu, apalagi kalo dikasih 17+, gimana bisa dibilang mendukung industri kalo penontonnya kena pangkas rating terus? Pada akhirnya mendukung dan menajukan industri Perfilman Nasional hanya menjadi slogan saja, pada prakteknya justru pemangkasan yang terjadi," tulis Anggy Umbara lirih.
Tapi Anda juga berhak tahu data film dan penonton film nasional berdasar perhitungan Yan Widjaya sebagai pengamat perfilman nasional.
Menurut Yan, tahun 2019 lalu tayang di bioskop 129 film Indonesia dengan 51 juta penonton. Tahun 2020 (masa pandemi) tayang hanya 35 judul film dengan 18 juta penonton dan tahun 2021 tayang 34 film dengan raihan 1,7 juta penonton plus akan bertambah 2 judul film lagi, tayang mulai Kamis, 30/12/2021:#BackStage n #Makmum2
Semoga 2022 menyamai 2019.
"Sebenarnya di negeri kita yang ada baru FILM INDONESIA. Sedangkan PERFILMAN INDONESIA sedang dalam proses terbentuknya KEKOMPAKAN PARA SINEAS untuk memiliki kesamaan persepsi tentang pengertian TUAN RUMAH. Secara berseloroh: Jika ada pencuri bisa masuk rumah, yang bertanggung jawab atas kesalahan ini siapa? Yang jelas kita belum secara tulus dan ikhlas untuk mendahulukan kepentingan bersama membentuk sistem kerjasama yang tertata, terukur, terstruktur dan terpadu. MARI BERGANDENGAN TANGAN! KOMPAK!!Karena hanya itulah KEKUATAN POSISI TAWAR kita! Saat ini pemenangnya adalah komunitas yg memiliki posisi tawar tinggi. Kekompakan ini bukan untuk menyalahkan pihak lain. Kekompakan ini untuk membentuk PERIMBANGAN, " tulis Slamet Rahardjo selaku aktor senior tanah air.
Sementara itu Noorca Massardi menulis bahwa ada 17 anggota LSF dengan latar belakang sangat beragam, yang dipilih dan ditugaskan negara untuk memilah, memilih dan menggolongkan usia penonton film yang akan dipertunjukkan ke khalayak umum, secara independen. karena itulah dibuka mekanisme dialog, apabila pemilik film memiliki pertimbangan lain atas argumen LSF dalam penerbitan STLS, untuk mencari titik-temu dan kesepakatan: apakah setuju pada keputusan LSF atau menginginkan perubahan dengan konsekuensi tertentu. LSF tetap berupaya keras untuk turut memajukan industri perfilman nasional.
"UU 33 tentang Perfilman /2009 Pasal 60 ayat (2) menyatakan: “LSF melaksanakan penyensoran berdasarkan prinsip dialog dengan pemilik film yang disensor.” Hal itu juga dipertegas oleh Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2014 tentang LSF Pasal 25: “Penyensoran film dan iklan film dilakukan berdasarkan prinsip dialogis dengan pemilik film dan iklan film yang disensor.” Bila sejak STLS dikeluarkan pemilik film tidak menyatakan keberatan/mengajukan permohonan untuk berdialog berarti pemilik film *menerima* keputusan tersebut. PP No 14/2019 tentang Pedoman dan Kriteria Penyensoran, Penggolongan Usia Penonton, dan Penarikan Film dan Iklan Film dari Peredaran, pasal 19 ayat (1) antara lain menyebutkan bahwa film dengan Penggolongan Usia 13 tahun ke atas adalah film yang khusus dibuat dan ditujukan untuk remaja yang mengandung nilai pendidikan dan Ilmu pengetahuan, nilai sosial budaya, budi pekerti, hiburan, apresiasi, estetika, kreativitas, dan menumbuhkan rasa ingin tahu yang positif tentang lingkungan sekitar," jawab Noorca sebagai salah satu anggota LSF lugas.
Foto; Ist
Comments ( 0 )