Persempit Ruang Gerak Koruptor, KPK Gandeng Polda dan Kejati Banten
KABARINDO, BANTEN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkuat sinergi pemberantasan korupsi dengan Kepolisian Daerah (Polda) Banten dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten.
Ketua KPK Firli Bahuri, Kapolda Banten Irjen Pol Rudy Heriyanto, dan Kajati Banten Reda Manthovani beserta para jajarannya menghadiri kegiatan audiensi bersama yang berlangsung secara "hybrid" dari Gedung Polda Banten, Jumat.
Dalam pertemuan tersebut, Firli mengatakan saat ini tugas memberantas korupsi diberikan kepada KPK, Kejaksaan, dan juga Kepolisian. Oleh karena itu, tiga lembaga itu perlu bersinergi demi upaya pemberantasan korupsi yang optimal.
"Karena tidak mungkin korupsi hanya ditangani KPK, perlu ada orkestrasi antara Kejaksaan, Polri, dan KPK," ujar Firli melalui keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan salah satu tugas pokok KPK yang tertuang dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang KPK adalah melakukan koordinasi dan supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Hingga saat ini, kata Firli, semua kementerian dan lembaga negara telah berkoordinasi dengan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.
Sementara pelaksanaan tugas supervisi oleh KPK diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 102 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam aturan tersebut, dijelaskan ada tiga tahapan supervisi, yaitu penelitian, penelaahan, dan pengawasan.
Dalam pertemuan itu, Firli juga menjelaskan tentang tata cara pelaksanaan supervisi kepada seluruh jajaran Polda dan Kejati Banten.
Pertama, KPK akan melayangkan surat kepada Kejaksaan Agung RI atau Kepolisian RI mengenai rencana supervisi perkara yang akan dilakukan KPK.
"Kalau KPK ingin melakukan supervisi maka KPK akan memberitahu kepada Kejaksaan RI dan Kepolisian RI. Diberitahu dan diputuskan perkara apa saja yang akan disupervisi," kata Firli.
Selain supervisi, perpres tersebut juga menyebut bahwa KPK dapat mengambil alih suatu perkara tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kepolisian atau Kejaksaan.
"Kalau perkara tidak selesai atau terdapat pengaruh dari kekuasaan dan keterlibatan pelaku sesungguhnya yang tidak ingin diungkap maka boleh diambil alih," ujarnya.
Selama 2021, KPK mencatat terdapat 107 berkas perkara yang disupervisi. Sebanyak 92 berkas perkara telah naik tahapan dengan rincian P21 sebanyak 69 berkas perkara, "inkracht" sebanyak 14 perkara, dan SP3 sebanyak 9 perkara.
Sumber: Antara
Comments ( 0 )