Presiden Baru AS Trump, dan "Distopia" Gaza!

Presiden Baru AS Trump, dan "Distopia" Gaza!

Oleh: Sabpri Piliang
WARTAWAN SENIOR

   BAGI bangsa Palestina! Apakah AS di tangan Donald Trump. Lebih memungkinkan, untuk menggapai Kemerdekaan? Atau sama saja!
    Ambigu, itulah yang ada dalam pikiran saya. Donald Trump adalah sosok yang paling pro-Israel dalam histori Presiden AS pasca-1948 (terbentuknya Israel).
    Donald Trump menolak kembalinya Israel ke Jalur Gaza. Trump menganggap Gaza, bukanlah substansi yang teramat penting. Untuk memperkuat atau mempertahankan eksistensi Israel. 
    Asumsi penguasaan Gaza, untuk menjamin keamanan Israel. Donald Trump, telah memberi garansi bantuan persenjataan, finansial yang "unlimited". Trump memandang Gaza tidak spesial.
    Gaza dianggap telah merusak reputasi AS sebagai negara demokrasi terbesar, dan polisi dunia. Peristiwa Gaza (Operasi udara dan darat Israel), telah menjepit AS dan membuat AS serba salah dan kikuk dalam 'pergaulan' dunia.
     Presiden ke-45, dan 47, yang akan dilantik hari ini. Justru lebih tertarik melihat siapa yang akan memerintah Gaza? Apakah itu Hamas, Otoritas Palestina, hasil rekonsiliasi (Hamas, PFLP, PIJ, Fatah), atau entitas lain?
     Setelah dilantik hari ini, Trump akan mendorong Israel untuk membiarkan Gaza dipimpin oleh siapa pun. Trump tidak ingin ada jejak genosida (sejak 7 Oktober 2023) masih bersisa, mulai dari hari pertama Pemerintahannya. Baginya, biarlah Joe Biden yang mendapatkan "point"  tersebut.
      Donald Trump ingin membantu Israel, menjaga eksistensinya. Namun tidak dengan cara "membabibuta", seperti menghancurkan, dan memberi hukuman kolektif bagi 2,5 juta rakyat Gaza yang tak bersenjata. 
     Jumlah hampir 47.000 jiwa, tidak sepadan dengan 1.200 warga Israel yang terbunuh. Image melakukan kejahatan perang oleh para pemimpin Israel, sangat mengganggu Donald Trump dalam memberi dukungan kepada "close friend"nya (Israel).
      Sikap dan partimbangan Donald Trump terhadap perang Gaza sudah tepat. Israel tidak akan mampu mengusir sebuah bangsa dari "Tanah yang dipijaknya". Tidak akan ada kata menyerah, sekalipun lewat penderitaan yang teramat sangat.
    Terbukti, sampai detik gencatan senjata Israel-Hamas (19 Januari). Tidak ada deklarasi kekalahan Hamas atas kecanggihan arsenal (mesin perang) Israel. Hamas juga tetap berada di "enclave" Gaza.
      Sampai titik tewas pimpinan terasnya, Hamas masih memiliki dua brigade yang kuat. Berikut Komandan seniornya. Brigade Utara pimpinan Ezzedine Haddad, dan Brigade Rafah pimpinan Mohammed Shabaneh.
       Kedua brigade inilah yang terus "mengganggu" IDF, lewat perang gerilya dan menyebabkan terbunuhnya tentara IDF. Tak kurang 900-an anggota pasukan Israel terbunuh. Itu adalah angka resmi. Namun, sejumlah pihak menyebut, angka tersebut sejatinya lebih besar lagi.
      Hari ini, pengusaha Donald Trump, dilantik jadi Presiden AS. Melihat persentase masyarakat Israel, juga persentase masyarakat Palestina (baca: saling curiga). Rasanya, tidak mudah untuk mengatakan Gaza akan "diam", dan tak lagi "menyalak".
     Apalagi, dari punggung bukit Sderot (Kota Israel di perbatasan Gaza berjarak 1 km), nampak. Reruntuhan Gaza menjulang tinggi. Gaza yang tadinya adalah kota "humanisasi", kini dipenuhi semak.
      Gaza, seperti alam liar dan "distopia" (fiktif dan menakutkan). Gaza telah menjadi bencana lingkungan dan "dehumanisasi".  Utopia yang ideal untuk kemanusiaan, masih "question mark", pasca dilantiknya Presiden AS Donald Trump.
      Donald Trump yang dilantik hari ini, akankah memberi harapan perdamaian untuk Palestina-Israel. Untuk hidup bersama, berdampingan, dan humanis.
     Atau sebaliknya. Menjadi lebih berdarah dalam bentuk 'neo-distopia'. Semoga Gaza lebih tenang.