Sang Nabi dan Kaisar (Bagian 2-Habis)

Sang Nabi dan Kaisar (Bagian 2-Habis)

Oleh: M Subhan SD

Co-Founder Palmerah Syndicate
   
    Romawi Timur (Bizantium) adalah imperium besar yang menguasai Eropa Selatan, Asia Kecil, Afrika Utara, selama lebih 1.000 tahun. Dimulai pada 330 hingga ditaklukkan oleh Dinasti Usmani (Ottoman) pada tahun 1453. Pusat pemerintahannya di Konstantinopel, sekarang Istanbul, Turki.

Mengamati dari dekat bangunan Aya Sofia (Hagia Sophia), salah satu peninggalan Bizantium paling ikonik, saya dapat membayangkan betapa megahnya kekaisaran Romawi Bizantium. Arsitektur paling menonjol adalah kubahnya yang keren, berdiameter 31,24 meter dan tinggi 55,6 meter. Pastinya Kaisar Hiraklius (610-641) pernah beribadah di situ, karena awalnya adalah gereja. Kini Hagia Sophia berubah menjadi masjid.


    Ketika menerima surat Nabi Muhammad, Kaisar Hiraklius berbeda respons dengan Kisra. Hiraklius tak reaktif. Ia justru menyelidiki sosok pengirim surat. Dalam benaknya kira-kira kok ada yang berani menyurati penguasa Bizantium? Kaisar pun mencari kafilah Arab yang sering berdagang ke Syam. Ditemukanlah kafilah Abu Sufyan bin Harb, saudagar dan pembesar Quraisy, yang bolak-balik berdagang ke negeri Syam.  


    Lalu, kisar memanggil Abu Sufyan dan rombongan ke Illiyah (Yerusalem). Pertemuan digelar. Para tinggi Romawi sudah hadir. Kaisar bertanya, “Siapa di antara kalian yang paling dekat hubungan kekeluargaannya dengan laki-laki yang mengaku dirinya nabi itu?” 


    Abu Sufyan menjawab, “Saya! Saya keluarga terdekat dengannya”. Abu Sufyan adalah putra Harb, putra Umayah, putra Abdus Syam, dan putra Abdu Manaf. Rasulullah adalah putra Abdullah, putra Abdul Muthalib, putra Hasyim, putra Abdu Manaf. Jadi, dalam silsilah keluarga Abu Sufyan dan Nabi Muhammad bertemu pada garis leluhur keempat ke atas (moyang), yaitu Abdul Manaf alias Mughirah bin Qushay.

Tetapi, kala itu Abu Sofyan yang bernama asli Sakhr itu adalah musuh bebuyutan nabi. Ia masih kafir Quraisy. Hanya saja saat itu sedang terjadi gencatan senjata antara kaum Muslim dan Quraisy Mekkah. Baru belakang masuk Islam. Kelak, anaknya yaitu Muawiyah mendirikan Dinasti Umayah. 


    Kepada juru bahasa, kaisar berkata, “Katakan kepada mereka bahwa saya akan bertanya kepada orang ini (Abu Sufyan). Jika dia berdusta, suruhlah mereka mengatakan bahwa dia dusta.” Berkatalah Abu Sufyan, “Jika tidaklah aku takut akan mendapat malu, karena aku dikatakan dusta, niscaya maulah aku berdusta.” 


    Sejumlah pertanyaan diajukan Hiraklius kepada Abu Sufyan mengenai nabi. Semua pertanyaan dijawab lancar oleh Abu Sufyan. Setelah selesai pertanyaan terakhir, Hiraklius pun memberikan pandangan, yang me-review pertanyaannya sendiri. Saya kutipkan saja sepenggal kisah yang disampaikan Ibnu Abbas yang mendengar langsung dari Abu Sufyan, sebagaimana tertera dalam Terjemah Hadits Shahih Bukhari I (1992).


    Kata Hiraklius  kepada juru bahasanya, “Katakan kepadanya (Abu Sufyan), saya tanyakan kepadamu tentang keturunannya (Muhammad), kamu jawab dia bangsawan tinggi. Begitulah rasul-rasul yang terdahulu, diutus dari kalangan bangsawan tinggi kaumnya.”


    “Saya tanyakan, adakah salah seorang di antara kamu yang pernah mengumandangkan ucapan sebagaimana yang diucapkannya sekarang? Jawabmu, tidak! Kalau ada seseorang yang pernah mengumandangkan ucapan yang diucapkannya sekarang, niscaya aku katakan, dia meniru-niru ucapan yang diucapkan orang dahulu itu.” 


    “Saya tanyakan, adakah di antara nenek moyangnya yang jadi raja? Jawabmu, tidak ada! Kalau ada di antara nenek moyangnya yang yang menjadi raja, niscaya kukatakan, dia hendak menuntut kembali kerajaan nenek moyangnya. Saya tanyakan, adakah kamu menaruh curiga kepadanya bahwa ia dusta sebelum ia mengucapkan apa yang diucapkannya sekarang.  Jawabmu, tidak!. Saya yakin dia tidak akan berdusta terhadap manusia apalagi kepada Allah.”    


    “Saya tanyakan, apakah pengikutnya terdiri dari orang-orang mulia ataukah orang-orang biasa? Jawabmu, orang-orang biasa. Memang, mereka jualah yang menjadi pengikut rasul-rasul. Saya tanyakan, apakah pengikutnya makin bertambah banyak atau semakin kurang? Jawabmu, mereka bertambah banyak. Begitulah halnya iman hingga sempurna. Saya tanyakan, adakah di antara mereka yang murtad karean benci kepada agama yang dipeluknya, setelah mereka masuk ke dalamnya? Kamu jawab, tidak!. Begitulah iman, apabila ia telah mendarah-daging sampai ke jantung hati.” 


    “Saya tanyakan, adakah ia melanggar janji? Kamu jawab, tidak. Begitu jugalah segala rasul-rasul yang terdahulu, mereka tidak suka melanggar janji. Saya tanyakan, apakah yang disuruhnya kepada kamu sekalian? Kamu jawab, ia menyuruh menyembah Allah semata-mata, dan melarang mempersekutukan-Nya. Dilarangnya pula menyembah berhala, disuruhnya menegakkan salat, berlaku jujur dan sopan (teguh hati).”


    “Jika yang kamu terangkan itu betul semuanya, niscaya dia akan memerintah sampai tempat aku berpijak di kedua telapak kakiku ini. Sesungguhnya aku telah tahu bahwa ia akan lahir. Tetapi aku tidak mengira bahwa dia akan lahir di antara kamu sekalian. Sekiranya aku yakin akan dapat bertemu dengannya, walaupun dengan susah payah aku akan berusaha datang menemuinya. Kalau aku telah berada di dekatnya, akan kucuci kedua telapak kakinya.”


    Kaisar memegang surat nabi yang diantar Dihyah Al-Kalbi lewat pembesar negeri Busra, wilayah vasal Romawi Bizantium (sekarang Provinsi Daraa, Suriah selatan). Kaisar membuka surat nabi yang menulis: 
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 
Dari Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya. 
Kepada Hiraklius , Kaisar Romawi.


    Kesejahteran kiranya untuk orang yang mengikut petunjuk. Kemudian sesungguhnya saya mengajak Anda memenuhi panggilan Islam. Islamlah! Pasti Anda selamat. Dan Allah akan memberi pahala kepada Anda dua kali lipat. Tetapi jika Anda enggan, niscaya Anda akan memikul dosa seluruh rakyat.


    Hai, ahli kitab, marilah kita bersatu dalam satu kalimah (prinsip) yang sama antara kita, yaitu supaya kita tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah, dan jangan mempersekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Dan janganlah sebagian kita menjadikan sebagian yang lain menjadi Tuhan selain daripada Allah. Apabila Anda enggan menuruti ajakan ini, akuilah bahwa kami ini Muslim!” . 


    Begitu kaisar selesai membaca surat tersebut, seisi ruangan pun gaduh. Abu Sufyan dan rombongannya diminta keluar ruangan. “Sungguh menjadi masalah besar urusan anak Abu Kabsyah sehingga raja bangsa kulit kuning itu pun takut kepadanya,” kata Abu Sufyan. Panggilan “anak Abu Kabsyah” adalah ejekan orang-orang Mekkah kepada nabi karena sewaktu kecil dipelihara oleh Halimah yang suaminya bernama Abu Kabsyah. 


    Hiraklius sudah mengetahui pertanda akan datangnya seorang nabi. Ia ahli ilmu perbintangan (nujum). Saat malam-malam mengamati peredaran bintang-bintang, ia merasa melihat raja khitan telah lahir. Lalu Hiraklius bertanya kepada para pendetanya tentang pertanda raja khitan itu. “Yang dikhitan hanyalah orang Yahudi. Janganlah Anda risau karena orang Yahudi itu. Perintahkan saja ke seluruh negeri dalam kerajaan Anda, supaya orang-orang Yahudi di negeri itu dibunuh,” jawab para pendeta itu. 


    Dan, ternyata orang-orang Arab juga dikhitan. Seorang utusan dari Kerajaan Bani Ghassan, suku Arab Kristen, ikut diperiksa dan juga disunat. “Inilah raja umat, sesungguhnya dia telah lahir,” ujar Hiraklius tentang Nabi Muhammad. Meski mengakui risalah yang dibawa Nabi Muhammad, tapi Hiraklius sebatas di lisan saja