The Piano Man: Simfoni Kemanusiaan Dari Manado

The Piano Man: Simfoni Kemanusiaan Dari Manado

 

Oleh : ZA Zen
Pemerhati Seni dan Budaya
Alumni Teater Populer Angkatan 1984


Di bawah kepemimpinan Tony Wenas, PAPPRI kembali menegaskan bahwa musik bukan sekadar hiburan, melainkan instrumen perubahan sosial, refleksi budaya, dan penggerak ekonomi kreatif. "The Piano Man Goes to Manado" bukan hanya sebuah konser amal, tetapi juga momentum transformatif yang menghidupkan solidaritas dan memperkuat ekosistem seni di Indonesia.

Mengusung tema "Musik sebagai Instrumen Perubahan Sosial dan Pembangunan Budaya," konser ini merangkai pertunjukan musik, talkshow inspiratif, bazar UMKM, dan festival seni dalam satu kesatuan. Ini bukan sekadar panggung hiburan, melainkan pernyataan sikap bahwa musik memiliki peran strategis dalam membangun peradaban.

Musik, Solidaritas, dan Ekonomi Kreatif
Sepanjang sejarah, seni selalu menjadi jembatan yang menyatukan budaya dan kelas sosial. Konser ini menghadirkan musisi lintas generasi, dari legenda hingga talenta muda, di antaranya Ermy Kullit, Andre Hehanusa, Dwiki Dharmawan, Once Mekel, Dirly, Eka Deli, Heidi Mongga, Nadine Adrianna, Benn Yapari, Ade Andrini, Krisna Prameswara & Band, Cendy Luntungan, Rere Drummer, serta Fricilia Mix Choir (FMC) yang menghadirkan nuansa magis.

Lebih dari sekadar pertunjukan, konser ini memiliki dimensi kemanusiaan yang kuat. Hasil donasi disalurkan kepada musisi yang membutuhkan, menjadikan musik sebagai kekuatan kolektif yang bukan hanya menghibur, tetapi juga membangun ekosistem yang lebih berkeadilan bagi para seniman.

Dampaknya meluas ke sektor ekonomi. Bazar UMKM yang digelar memberi ruang bagi pelaku usaha lokal untuk berkembang. Ini membuktikan bahwa industri seni dan ekonomi kreatif bukan entitas yang terpisah, melainkan ekosistem yang saling menguatkan. Dukungan dari Pertamina sebagai sponsor utama, Lion Air Group, Dehills, PLN, serta berbagai sponsor lainnya menegaskan bahwa seni adalah investasi jangka panjang bagi bangsa.

Di sisi lain, konser ini juga menyuarakan kesadaran ekologis. Dalam talkshow yang menyertainya, dibahas bagaimana industri kreatif dapat berkontribusi pada Net Zero Emission. Seni tidak hanya

menggugah emosi, tetapi juga membangkitkan kesadaran publik terhadap isu-isu global yang krusial.

Momen Tak Terlupakan
Panggung Manado menjadi saksi kolaborasi epik antara musisi lintas generasi. Tony Wenas dan Ermy Kullit menghadirkan nostalgia lewat "Kasih" dan "I Left My Heart in San Francisco." Eka Deli dan Tony menggetarkan hati dengan "The Prayer." Dirly membakar semangat lewat "Too Much Love Will Kill You."

Puncaknya, Once Mekel, Tony Wenas, dan Dwiki Dharmawan berkolaborasi dalam "Rosanna," menciptakan eksplorasi musikal yang spektakuler. Andre Hehanusa menambah romantisme dengan "To All the Girls I've Loved Before."

Namun, kejutan terbesar adalah "Bohemian Rhapsody" yang dinyanyikan oleh Once, Tony, dan FMC, seakan semua penonton ingin berdiri dan bernyanyi bersama. Konser pun ditutup dengan "Delilah" oleh Dirly, meninggalkan kesan mendalam bagi setiap yang hadir.

Pilar Kesenian 
Di bawah kepemimpinan Tony Wenas (Ketua Umum) dan Dwiki Dharmawan (Sekjen), PAPPRI telah berkembang menjadi lebih dari sekadar organisasi profesi. Dengan berbagai inisiatif seperti advokasi hak cipta, penguatan industri musik, dan edukasi bagi musisi muda, PAPPRI membuktikan bahwa seni harus mampu menjawab tantangan zaman.

Dukungan dari pemimpin industri dalam konser ini menjadi bukti bahwa seni dan bisnis bisa berjalan beriringan. Seni bukan hanya warisan budaya, tetapi juga fondasi yang memperkuat karakter bangsa. Jika infrastruktur ekonomi dibangun oleh para eksekutif, maka seniman membangun infrastruktur jiwa dan peradaban.

Seruan bagi Bangsa
Konser ini membuktikan bahwa musik bukan sekadar suara, tetapi denyut peradaban. Ia mempersatukan, menginspirasi, dan mencerminkan kebesaran bangsa.

Untuk para musisi: Jadilah lebih dari sekadar seniman. Jadilah agen perubahan yang membawa musik sebagai kekuatan dalam membangun karakter bangsa. Ciptakan lagu-lagu baru atau aransemen yang menggugah, menantang, dan mengubah.

Untuk para pemimpin bisnis: Seni bukan hanya soal filantropi. Ini adalah investasi bagi kejayaan bangsa.

Untuk pemerintah dan pemangku kebijakan: Seni dan budaya harus ditempatkan sebagai prioritas nasional, bukan sektor sampingan.Untuk masyarakat: Apresiasi terhadap seni lokal adalah wujud nyata cinta tanah air.

Untuk Tony Wenas, Dwiki Dharmawan, Hendra S. Sinadia, Lexi Mailowa Budiman, dan seluruh jajaran PAPPRI: Teruslah menjadi pelopor perubahan. Teruslah membangun ekosistem musik yang tidak hanya hidup, tetapi juga bermartabat dan dihormati di tingkat global.

Di dalam musik, terdapat jiwa bangsa. Di dalam kepemimpinan, terdapat tanggung jawab untuk mewariskan sesuatu yang lebih besar bagi generasi mendatang. Dan di dalam harmoni, ada Indonesia yang lebih kuat, berdaulat, dan berbudaya.

Inilah simfoni bagi kejayaan. Seni memiliki kekuatan untuk menggugah, menantang, dan mengubah.

Foto-foto: Dion  Momongan