Belajar Kasus di Ponpes Gontor, Polisi akan Bentuk Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak di Lembaga Pendidikan
KABARINDO, JAKARTA - Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afinta mengatakan, pihaknya bersama instansi terkait bakal membentuk Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak di lembaga pendidikan. Badan itu dibuat guna mengantisipasi kasus dugaan kekerasan yang terjadi di Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur.
"Kami kerjasama dengan stakeholder terkait dengan membentuk satgas perlindungan perempuan dan anak, didalam satgas ini ada beberapa dinas yang terkait, seperti dinas sosial, dinas agama, Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (TP2TPA), serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)," ujar Irjen Nico melalui keterangan tertulisnya, Senin (12/9/2022).
Hal itu disampaikan Kapolda Jawa Timur di Mapolres Ponorogo pasca menerima kunjungan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga beserta rombongan dari Kementerian Agama, Komisi VIII DPR RI dan KPAI guna mengecek penanganan dugaan kasus kekerasan di Ponpes Gontor, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Polisi juga telah melakukan diskusi terkait dua hal saat menerima kunjungan itu.
"Didalam pertemuan itu kami mendiskusikan dua hal, pertama terkait dengan proses penyidikan. Didalam penyidikan, penyidik telah mengumpulkan alat bukti dan telah menetapkan dua tersangka, dengan inisial MF dan IH. Dalam prosesnya kemarin juga sudah dilakukan otopsi, itu juga menjadi bahan kelengkapan proses penyidikan," tuturnya.
Dia menerangkan, pihaknya juga telah membahas bagaimana mekanisme edukasi dan pencegahan supaya hal ini tidak terjadi kembali khususnya di lembaga pendidikan yang ada di Jawa Timur. Salah satunya dengan membentuk Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak tersebut.
"Didalam pembentukan badan ini, kami mengedepankan kemudahan didalam memberikan informasi dengan memberikan nomor Hotline, sehingga siapapun yang menjadi korban bisa segera melapor dan kami bisa cepat menindaklanjuti," tuturnya.
Nico berharap, disetiap lembaga pendidikan agar mematuhi didalam perlindungan kepada anak dalam hak memperoleh pendidikan tanpa ada kekerasan. Hal ini bisa didapatkan dengan peran aktif, baik dari lembaga pendidikan, orang tua, maupun dari anak-anak sendiri yang sedang mengikuti pendidikan.
Dia menambahkan, proses junior dan senior atau senioritas ini menjadi sifat pengasuhan sehingga seorang anak yang melakukan proses pendidikan ini memperoleh pendidikan yang wajar tanpa ada tekanan maupun kekerasan.
"Saya kira penting, kerjasama ini terus ditingkatkan. Sehingga kedepan kita mencetak anak-anak yang mempunyai ilmu pengetahuan yang baik, punya akhlak yang baik dan kedepan bisa berguna bagi bangsa dan negara," katanya.
Comments ( 0 )