Belut Suroboyo Arie Bikin Nagih, Cocok Jadi Jujugan Pecinta Kuliner Khas Kota Pahlawan
Belut Suroboyo Arie Bikin Nagih, Cocok Jadi Jujugan Pecinta Kuliner Khas Kota Pahlawan
Sediakan sinom, kunir asem dan beras kencur sebagai minuman pendamping
Surabaya, Kabarindo- Menu berbahan belut tak asing lagi bagi para pecinta kuliner dan disukai banyak orang. Belut juga sudah jadi makanan khas Surabaya, selain rawon dan bebek.
Salah satu yang menawarkan kuliner belut adalah Belut Suroboyo Arie di Jl. Karang Menjangan, Surabaya. Warungnya mungkin belum seterkenal warung-warung belut lain yang sudah lebih lama eksis. Warungnya juga tidak terlalu besar, namun pembelinya mengalir.
Ary Prasetyo, 38 tahun, pemilik Belut Suroboyo Arie, mulai menggeluti kuliner ini pada Desember 2014. Semula warungnya berada di depan makam Jojoran yang berlangsung selama 2,5 tahun, kemudian pindah ke Jl. Karang Menjangan.
“Saya pindah, karena nggak boleh jualan di sana. Ya lebih enak di sini, tempatnya tetap dan strategis,” ujarnya.
Menekuni kuliner belut bukan hal baru bagi Ary, karena ini merupakan usaha yang digeluti keluarga besarnya. Pakdenya, pamannya, kakaknya dan tiga sepupunya juga berjualan belut. Mereka memiliki warung yang tersebar di lokasi-lokasi berbeda di Surabaya dan cukup terkenal.
Ary memaparkan, pakdenya yang akrab disapa Mbah Poer punya warung belut di Jl. Banyuurip sejak sekitar 30 tahun lalu. Anak Mbah Poer nomor 1 berjualan di Jl. Ngagel Jaya Selatan dengan nama Belut Khas Surabaya, anak nomor 2 berjualan di Villa Bukit Mas, sedangkan anak nomor 3 berjualan di Wiyung. Sementara kakak Ary nomor 4, Bu Yuli, berjualan di Jl. Kertajaya sejak 2009, dan paman Ary berjualan dekat GOR KONI mulai 2002 dengan nama Belut Surabaya Bu Hadi.
Ary menceritakan awal mula ia menekuni kuliner belut. Dulu setelah lulus SMP pada 23 tahun lalu, ia menjadi pemasok belut untuk warung pakdenya. Tiap hari ia menempuh perjalanan dari Surabaya ke Gresik atau Lamongan PP untuk mengambil (kulakan) belut dari pengepul di kedua kota ini. Per hari bisa kulakan belut sampai 1 kuintal, karena warung pakdenya laris.
Buka warung sendiri
Berbekal pengalaman tersebut, setelah menikah, Ary memutuskan untuk membuka usaha sendiri pada 2014 untuk menafkahi keluarganya. Warungnya buka pukul 13.00. Ary dibantu istrinya sebagai kasir dan 3 karyawan. Ia menjaga warung pada siang hari, sedangkan istrinya mulai sore.
Ary tetap kulakan sendiri, namun kemudian ia dipasok belut dari Banjarmasin yang harganya lebih murah. “Capek juga tiap hari PP Surabaya-Gresik atau Lamongan. Umur terus tambah. Sekarang terbantu oleh pengiriman langsung dari sana,” ujar bapak 3 anak ini.
Pada awal berjualan, warung Ary menghabiskan 20 kg belut per hari. Kini rata-rata 25 kg per hari. Jika akhir pekan dan hari libur bisa lebih dari 30 kg per hari. Menurut Ary, warungnya lebih ramai saat momen Lebaran, karena banyak penjual makanan yang mudik.
“Saya cuma libur Lebaran hari pertama. Hari kedua jualan lagi. Jadi banyak pembeli yang datang. Banyak orang yang dulu tinggal di Surabaya, pas mudik ingin makan belut lagi di sini sambil nostalgia. Mereka pelanggan lama. Banyak juga orang luar kota yang liburan ke sini dan pingin mencicipi kuliner belut. Awalnya geli lihat bentuknya. Setelah makan, bilang enak dan suka. Kata mereka, kalau ke Surabaya akan cari lagi,” tuturnya.
Ary mengatakan, warungnya ramai pembeli biasanya pada sore setelah orang-orang pulang kerja. Konsumennya dari beragam usia, kebanyakan orang dewasa dan keluarga.
Layak jadi maskot kuliner Surabaya
Menurut Ary, belut layak menjadi maskot kuliner Surabaya. “Selama ini kuliner khas yang terkenal di Surabaya kan rawon dan bebek. Nah, belut juga layak jadi maskot kuliner Surabaya dan saya lihat sudah lumayan terkenal. Ini karena belut nggak kalah enak dengan rawon dan bebek serta bikin ketagihan,” ujarnya.
Warung Ary menawarkan menu belut basah, belut biasa, belut kering dan Belut Elek serta penyetan lainnya. Namun yang menjadi favorit adalah menu belut biasa, karena rasanya lebih segar dan lebih gurih. Sedangkan Belut Elek dimasak setengah matang. Dinamai demikian, karena warnanya coklat yang elek (jelek). Namun rasanya tak kalah enak.
Seporsi belut dengan sambal terasi dibandrol Rp.25 ribu, jika dengan sambal mangga dipatok Rp.27 ribu. Nasi Rp.5 ribu. Ada pula pilihan belut saus Inggris, namun sambal terasi lebih disukai.
Menu belut disajikan dalam cobek tanah liat dilengkapi lalapan terdiri dari irisan mentimun, kubis, daun kemangi dan kacang panjang. Di atas belut ditaburi bawang putih yang digoreng bersama kulitnya.
“Cara penyajian begini sudah dari dulu. Bawang goreng untuk menambah cita rasa dan katanya sih membantu mengurangi kolesterol,” tutur Ary.
Untuk minuman, tersedia mulai dari air mineral, teh, jeruk bahkan yang ‘bersifat’ jamu yaitu sinom yang segar dan manis, kunir asem dan beras kencur.
Heri, seorang penggemar kuliner belut dan pelanggan Belut Suroboyo Arie, mengaku sering makan di warung ini bersama istrinya.
“Saya suka belut kering. Rasanya pas, gurih dan sedap. Biasanya nambah pete, tempe penyet atau tahu penyet. Juga cah kangkung untuk dibawa pulang,” ujarnya.
Menurut Heri, Belut Suroboyo Arie bisa menjadi salah satu jujugan wisata kuliner di Surabaya selain tempat-tempat kuliner yang sudah terkenal di Kota Pahlawan ini.
“Rasanya nggak kalah enak dengan kuliner lainnya,” ujarnya.
Comments ( 0 )