Kebijakan Makroprudensial BI Dorong Pertumbuhan Kredit Secara Nasional

Kebijakan Makroprudensial BI Dorong Pertumbuhan Kredit Secara Nasional

Kebijakan Makroprudensial BI Dorong Pertumbuhan Kredit Secara Nasional

Yogyakarta-Kabarindo.com- Bank Indonesia (BI) menerapkan sejumlah kebijakan makroprudensial untuk mengoptimalkan likuiditas perbankan guna mendorong pertumbuhan kredit dengan tetap menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK).

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Nugroho Joko Prastowo, mengatakan upaya yang telah dilaksanakan di antaranya Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Salah satu manfaat penerapan KLM adalah mendapatkan likuiditas melalui penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) maksimal sebesar 4%.

Ia menyebutkan, rasio GWM saat ini mencapai 9% dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Dengan adanya penurunan sebesar 4%, maka kewajiban bank untuk menyetorkan GWM ke BI hanya 5%.

Data BI menunjukkan, penguatan KLM telah menambah likuiditas perbankan sebesar Rp.256 triliun pada saat penerapan awal dan diperkirakan menjadi Rp.280 triliun pada akhir tahun. Tambahan likuiditas ini akan meningkatkan kekuatan bank yang menyalurkan kredit, sehingga tak perlu berkompetisi mendapatkan tambahan dana dari pihak ketiga berkat tambahan dari BI.

Kebijakan tersebut juga akan mampu mempertahankan penyaluran kredit yang tinggi. Langkah ini penting dilakukan, karena saat ini terdapat banyak tantangan mulai dari tingginya inflasi hingga kenaikan suku bunga acuan. Hal ini dapat mengurangi penyaluran kredit maupun permintaan kredit.

“Penerapan sejumlah kebijakan makroprudensial terbukti mampu menjaga semangat penyaluran kredit secara nasional,” ujar Nugroho dalam kegiatan Capacity Building dan Media Gathering di Yogyakarta yang berlangsung pada 26-28 Juli 2024.

Ia mengatakan, kebijakan makroprudensial dirancang untuk memberikan manfaat di pusat maupun di daerah. Data Bank Indonesia menunjukkan, pertumbuhan penyaluran kredit secara nasional hingga Juni 2024 tercatat 12,3%, melebihi target BI tahun 2024 sebesar 10%-12%. Sedangkan pada 2025, target penyaluran kredit nasional diperkirakan meningkat sebesar 11%-13%.

Selain KLM, BI juga menerapkan kebijakan pelonggaran Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) perbankan yang akan diberlakukan pada 1 Agustus 2024 untuk memperkuat pengelolaan pendanaan perbankan Indonesia di luar negeri.

Ia menjelaskan, ada dua langkah yang akan dilakukan. Pertama dengan memperluas cakupan pinjaman luar negeri yang masuk ke dalam kewajiban luar negeri jangka pendek terhadap rasio permodalan perbankan yang akan disesuaikan dengan assesment dan rendahnya risiko. Jika assesment menunjukkan kondisi resikonya rendah dan dibutuhkan pendanaan dari luar negeri, maka bisa dinaikkan menjadi 35%. Setelah resikonya naik dan kebutuhan menurun maka bisa diturunkan menjadi 25%.

Langkah berikutnya dengan tidak memasukkan produk derivatif, yaitu turunan dari transaksi atau repo instrumen yang diterbitkan pemerintah atau BI pada rasio aset yang dimiliki, termasuk Utang luar Negeri (ULN) jangka pendek. Kebijakan ini akan meringankan rasio penyaluran kredit perbankan di luar negeri.