Ketika Para Pengidola Presiden Kecewa, dari Pegiat Sosial hingga Budayawan

Ketika Para Pengidola Presiden Kecewa, dari Pegiat Sosial hingga Budayawan

KABARINDO, JAKARTA - Para pegiat sosial dan budayawan sangat kecewa apa yang telah terjadi pada sosok Presiden dan keluarganya yang selama ini menjadi idola. 

Ya, mereka kecewa saat dimulainya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan persyaratan untuk menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). 

Ketika gugatan PSI ditolak soal batas usia 40 tahun, namun dilain pihak gugatan dikabulkan point berpengalaman memimpin kepala daerah sehingga membuat si anak Presiden, Gibran Rakabuming Raka yang belum genap berusia 40 tahun, namun pengalaman memimpin daerah (kurang lebih 2 tahun menjadi wali kota Solo) lolos persyaratan dan dicalonkan menjadi wapres oleh partai Golkar mendapingi Capres Prabowo Subianto.

Satu persatu pegiat sosial yang dahulu pengidola Presiden Jokowi buka suara kritikan. Pegiat media sosial yang merupakan pendukung Ganjar Pranowo Denny Siregar dari informasi yang sudah terkonfirmasi, putusan MK akan memberi jalan secara konstitusi bagi Gibran Rakabuming, putra Presiden Jokowi untuk maju di Pilpres sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto.

Hal itu dikatakan Denny Siregar lewat cuitan di akun X (Twitter) nya @Dennysiregar7 serta pernyataan di video yang diunggah di akun YouTube Merah Putih TV, Minggu (15/10/2023).

"Udah confirm si anak akan lolos.. Silahkan kecewa. Silahkan marah. Tapi terimalah kenyataan bahwa manusia bisa berubah. Yang gua sayangkan cuman satu, kalo A ya sejak awal bilang A. Jangan bermuka dua. Itu munafik namanya. Laki2 itu dinilai dari kata2nya..," kata Denny Siregar di akun X (Twitter) nya @Dennysiregar7.

Denny yang dulunya adalah pendukung setia Jokowi, kini mengaku kecewa dengan apa yang dilakukan Jokowi tersebut.

"Gua gak perduli siapapun itu. Tapi selama konstitusi dilanggar untuk kepentingan kekuasaan, gua akan ada di barisan terdepan. Ini bukan tentang siapa yang akan menjadi Presiden kelak. Tapi apa yang yang akan kita wariskan ke anak cucu kita kelak.. Gua cinta Jokowi. Tapi gua lebih cinta pada NKRI," kata Denny.

Menurutnya saat ini Ganjar Pranowo akan melawan orang yang dulu pernah ia bela.

"Kasian pak Ganjar. Lawannya bukan saja orba, tapi juga orang yang dulu pernah dia bela," kata Denny.

Kritikan keras Denny Siregar juga diungkapkannya dalam video di akun YouTube Merah Putih TV berjudul 'Denny Siregar: KAMI MUAK, PAK JOKOWI | TIMELINE #1 #jokowi #mahkamahkonstitusi #kamimuak'

"Berhari-hari, saya selalu bersuara terhadap apa yang sedang terjadi di Mahkamah Konstitusi. Lembaga yang seharusnya kita hormati tiba-tiba membuat pernyataan akan mengumumkan keputusannya tentang gugatan batas usia minimal capres dan cawapres di tanggal 16 Oktober. Padahal 3 hari lagi tanggal 19 Oktober adalah masa pendaftaran capres dan cawapres," kata Denny.

Menurut Denny, apa yang dilakukan MK dimana Ketuanya adalah adik ipar Jokowi, adalah hal yang janggal.

Eko Kuntadhi

Kemudian Eko Kuntadhi yang merupakan  pendiri Ganjarian Spartan, kaget dengan sikap Presiden Jokowi di Pilpres 2024 yang dinilai mendorong Gibran menjadi cawapres.  Dia mengungkit ada gonjang-ganjing putusan MK di balik Gibran cawapres Prabowo.

"Setidaknya nggak melewati gonjang-ganjing di MK lah, kan yang bikin shock itu ya, yang bikin shock keputusan itu yang sekarang jadi perhatian civil society 'loh kok gini', waktu Pilkada Solo, Pilkada di Medan, ya nggak seperti ini," kata Eko saat acara Adu Perspektif detikcom x Total Politik di YouTube detikcom, Senin (23/10/2023).

Eko menilai putusan MK yang mengabulkan kepala daerah di bawah 40 tahun bisa maju capres-cawapres tidak berdiri sendiri. Dia mengatakan tidak ada satupun pakar hukum yang menilai keputusan ini bagus, termasuk 3 mantan Ketua MK.

Eko menyebut putusan MK dipertanyakan banyak pihak meskipun final dan mengikat. Menurutnya, memang semua pihak harus menjalankan putusan itu, tapi tetap saja putusan itu patut dipertanyakan.

"Seperti kata Pak Mahfud proses keputusannya dipertanyakan, tapi ketika sudah diputuskan, kan ada klausul ini tetap dan mengikat, final dan mengikat. Nah gini, ketika sudah diputuskan ada klausul bahwa ini final dan mengikat, ikut, MK sudah putuskan ikut, tapi sebelum diputuskan prosesnya sudah banyak yang komentar bahwa ini bukan ranah MK, saya juga ketika ini sudah diputuskan konstitusi mengatakan demikian, ikut, Pak Mahfud pasti akan ikut konstitusi, MK sudah putuskan, ya ikut," jelasnya.

Eros Djarot

Sementara Eros Djarot walikota Solo ini sungguh luar biasa sehingga bisa mengguncang dunia politik Indonesia. 

"Gibran ini anak muda yang biasa-biasa saja," kata Eros Djarot melalui akun TikTok yang diunggah ulang oleh akun Twitter UmarHsb__ karena semua akun YouTubenya ditutup oleh YouTube.

Tapi dia hebat karena bisa mempercandai para ketua umum partai ketika dia maju sebagai Cawapres Prabowo."

"Gibran itu bukan siapa-siapa kalau tidak ada bapaknya. Apa iya Golkar mau mencalonkan Gibran kalau tidak ada bapaknya," jelas Eros Djarot. 

Meskipun demikian, Eros Djarot menyarankan kepada Ganjar Pranowo dan Mahfud MD untuk tidak terlalu gusar.

"Masyarakat Indonesia itu paling tidak suka pengkhianatan," katanya.

"Ingat, rakyat Indonesia itu tidak bodoh. Silent majority. Mereka tidak ngomong."

Eros Djarot  pun mengkhawatirkan adanya pengerahan aparat negara untuk memenangkan Gibran.

"Kalau itu terjadi, berarti ada abuse of power," kata Eros Djarot.

"Itu yang perlu kita waspadai," katanya. 

Butet Kertaredjasa

Sementara itu, seniman sekaligus budayawan, Butet Kartaredjasa mengkritik soal majunya Gibran  sebagai cawapres dalam Pemilu 2024 mendatang. Butet menilai Gibran tak cukup berpengalaman dalam dunia politik karena baru menjabat sebagai Wali Kota Solo sekitar dua tahun.


"(Gibran) berpengalaman? Baru jalan dua tahun, tugasnya saja itu lima tahun. Dua tahun kok berpengalaman," ujar Butet dalam potongan video wawancaranya dengan Mata Najwa yang dikutip pada Senin, 23 Oktober 2023.

 "Sekarang sudah 40 tahun saya berteater, saya baru berani mengatakan saya berpengalaman."

Pernyataan Butet merespons MK yang mengabulkan gugatan soal syarat capres dan cawapres yang berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah. Keputusan itu memuluskan langkah putra sulung Presiden Jokowi mendaftar sebagai cawapres.

Potongan video wawancara dengan Butet tersebut tersebar tak hanya di media sosial, tapi juga di sejumlah grup percakapan WhatsApp. Dalam video itu, Butet menilai istilah berpengalaman sebgaai kepala daerah dalam putusan MK itu juga membingungkan.

Sebab, kata Butet, bagi masyarakat umum yang meniti karier, membutuhkan proses yang panjang. Ia mencontohkan, untuk menjadi manajer atau kepala bagian di sebuah kantor, pegawai perlu gigih berjuang, kemudian menjadi orang yang dipercaya dan berpengalaman sampai akhirnya naik jabatan.

Dia pun mengaku baru merasa berpengalaman sebagai aktor setelah 25 tahun bekerja dan menerima upah di bidang tersebut. Setelah proses yang panjang itu, Butet baru merasa pantas berbagi pengalamannya karena telah menjalani karier lebih dari seperempat abad.

Butet kemudian berkaca pada pengalaman dia sebagai putra dari seniman Indonesia, Bagong Kussudiardjo. Ia pun menegaskan seharusnya anak dari seorang tokoh tak menjadi benalu dari nama besar keluarga. Seharusnya, ucap Butet, ada tahapan-tahapan yang dijalani untuk mematangkan keterampilan dan kepribadian seseorang. Terlebih untuk menjadi pemimpin negara.

Selain menyoroti cara Gibran menjadi cawapres. Butet juga mengkritik proses instan Kaesang menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Adapun anak kedua Jokowi itu langsung menduduki posisi Ketua Umum setelah hanya dua hari bergabung dengan partai tersebut.

Butet pun mengaku khawatir peristiwa ini memberi pelajaran buruk bagi anak muda di Indonesia. Pembelajaran buruk yang ia maksud adalah menanamkan pikiran kepada anak muda, bahwa menjadi manusia instan di Tanah Air itu memungkinkan.

"Bayangkan itu kalau nanti anak muda, anak remaja yang bertumbuh hari ini melihat peristiwa itu, oh kalau gitu aku jadi tarzan saja, gandul nama besar ayahku," ujar Butet Kartaredjasa.