Komnas HAM Khawatir Kasus Pembunuhan Brigadir J akan Sama dengan Marsinah

Komnas HAM Khawatir Kasus Pembunuhan Brigadir J akan Sama dengan Marsinah

KABARINDO, JAKARTA - Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengungkapkan rasa kekhawatirannya terhadap kasus pembunuhan Brigadir J yang terjadi di Rumah Dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Dalam pemeriksaan, Taufan mengaku banyak sekali keterangan yang berubah-ubah dalam kasus kematian Brigadir J.

"Yang berbahaya adalah, ini kan semua banyak sekali berdasarkan kesaksian-kesaksian, pengakuan-pengakuan. Kasus pembunuhan ya. Bukan kekerasan seksual. Kalau kekerasan seksual pegangannya UU TPKS. Kesaksian (bisa) jadi alat bukti (di UU TPKS)," ujarnya kepada MPI saat dihubungi, Sabtu (3/9/2022).

Menurutnya, keterangan saksi dalam kasus tindak pidana kekerasan seksual sangat menjadi hal utama yang berbeda dengan tindak pidana umum lainnya, di mana keterangan saksi belum dapat membuktikan cukup kuat tindak pidana.

Terutama yang ditakutkan oleh dirinya para tersangka dalam kasus kematian Brigadir J menarik kesaksian mereka dalam BAP yang telah ada.

"Yang saya khawatirkan kalau misalnya mereka ini kemudian bersama-sama menarik pengakuannya. BAP (berita acara pemeriksaan) dibatalkan sama mereka, dibantah. Kacau itu kan," tegasnya.

Taufan menyebutkan, para tersangka seperti Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, hingga Kuat Ma'ruf bisa bebas, sehingga yang tersisa hanyalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E.

Bharada E diketahui telah sepakat menjadi justice coloborator. Dia kini berada di bawah kendali penyidik dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Ia pun kemudian menyangkutakan kasus kematian Brigadir J dengan kasus Marsinah seorang buruh perempuan yang tewas akibat diperkosa dan dibunuh pada tahun 1993.

Pada waktu itu, tujuh terdakwa pembunuhan marsinah divonis bebas karena pada persidangan bergantung pada saksi mahkota.

"Jadi si A menjadi saksi buat si B, si C, si D. Si D menjadi saksi si B, si A, si C," jelasnya.

Hal tersebut, dikarenakan pada saat itu hakim yang memimpin persidangan tersebut tidak bisa diyakinkan hanya berdasarkan keterangan saksi.

"Kelihatannya penyidik itu punya bukti lain yang mereka sudah simpan. Kan enggak mungkin semua juga dikasihnya ke Komnas HAM, wewenang mereka, masa kami paksa-paksa," katanya.