Menko Polhukam Mahfud MD Curigai Pergerakan Uang Rp. 300 Trilyun di Dirjen Pajak dan Bea Cukai
KABARINDO, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mencurigai pergerakan uang sebesar Rp300 triliun di Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Mahfud menduga, sebanyak 467 pegawai Kemenkeu ikut terlibat dalam pergerakan uang tak wajar itu sejak 2009 hingga 2023.
Hal tersebut ia ungkap setelah mengadakan pertemuan dengan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara beserta jajaran di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (10/3/2023).
“Saya ingin menyampaikan hasil pertemuan dengan pimpinan Kemenkeu untuk mendapat penjelasan dari saya dan memberi penjelasan kepada saya terkait dengan isu transaksi mencurigakan karena pencucian uang, yang melibatkan sekitar 467 pegawai di Kemenkeu sejak tahun 2009 sampai 2023,” Kata Mahfud.
Mahfud menegaskan, data berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tersebut bukan merupakan tindak korupsi, melainkan dugaan pencucian uang.
"Dan untuk itu maka saya jelaskan, saudara saya mengumumkan yang terakhir ada transaksi mencurigakan yang terjadi di Kemenkeu berdasarkan laporan atau informasi dari PPATK sejak 2009 sampai 2023," katanya.
"Saya katakan transaksi yang mencurigakan sebagai tindakan atau tindak pidana pencucian uang. Tindakan pidana pencucian uang itu bukan korupsi itu sendiri," sambungnya.
Mahfud pun mengungkap alasannya mempersoalkan pergerakan uang yang ia anggap janggal tersebut. Ia menjelaskan, tindakannya itu berdasar pada instruksi presiden (Inpres) Nomor 2 tahun 2017 tentang Optimalisasi Pemanfaatan Laporan Hasil Analisis Dan Laporan Hasil Pemeriksaan Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan.
"Kenapa kami mempersoalkan itu, karena ada Inpres Nomor 2 tahun 2017 setiap informasi dugaan pencucian uang yang dikeluarkan PPATK, baik karena permintaan dari instansi yang bersangkutan, atau karena inisiatif PPATK karena laporan masyarakat," katanya.
"Itu begitu dikeluarkan nanti harus ada laporannya dari instansi yang bersangkutan itu menurut Inpres, feedback report-nya itu apa. Nah itu tadi ada yang belum, ada yang sudah, dan seterusnya dan seterusnya," sambungnya.
Diketahui, Inpres Nomor 2 tahun 2017 ditujukan kepada Menteri Keuangan, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kepala Badan Narkotika Nasional.
Comments ( 0 )