Selama Manusia Punya Telinga, Radio Tetap Ada

Selama Manusia Punya Telinga, Radio Tetap Ada

KABARINDO, JAKARTA -- Selama manusia memiliki telinga, keberadaan radio tetap akan ada selamanya. Namun begitu, konten audionya harus terus dikembangkan dan sejalan dengan keadaan zaman atau kekinian.

Hal itu disampaikan Frans Padak Demon, Konsultan NHK Internasional, dalam diskusi daring yang diselenggarakan RRI Ende memperingati World Radio Day 2022, Minggu (13/2/2022) kemarin.

Menurut wartawan senior ini, dalam situasi disrupsi sekarang, radio justru makin banyak diuntungkan. Pemanfaatan ruang sosial media membuat radio bisa amplifikasi ke mana saja.

“Di Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris, audiens radio makin tinggi karena mereka dengar radio lewat saluran online, HP dan perangkat baru lainnya,” tutur Frans.

Bahkan, ujar pria yang masa kecilnya pernah dihabiskan di Kota Ende, NTT, radio tidak akan ikut tenggelam oleh sunset industri. Menurutnya, situasi sunset tersebut diakibatkan sulitnya pemasukan dari iklan karena kondisi ekonomi yang belum stabil.

Frans menyampaikan pentingnya memetik pengalaman NHK Jepang yang siarannya tetap menarik di telinga pendengarnya. Ada beberapa hal yang selalu dikedepankan radio milik pemerintah Jepang ini yakni siaran tidak imparsial, mengutamakan kepentingan publik, penguatan budaya, dan perhatian besar terhadap anak dan perempuan dalam siaran.

“Ini yang bisa kita contoh termasuk RRI. RRI bisa mengambil keuntungan dari sisi lembaga penyiaran publik. Tapi harus konsisten memperhatikan publik jadi siarannya akan didengar,” tandas Frans.

Sementara itu, Sekjen Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonsia (PRSSNI), M. Rafiq mengatakan, persaingan yang terjadi sekarang tidak hanya antar lembaga radio tetapi juga datang dari tempat yang jauh seperti Netflix dan lainnya. Dia menilai persaingan ini tidak adil karena sebelah pihak tidak diatur regulasi.

“Radio harus tunduk pada sejumlah regulasi seperti UU Penyiaran, UU Pers dan UU Telekomunikasi. Sedangkan, pemain sebelah tidak ada regulasinya. Bisa nggak mereka ditegur. Infrastruktur hukumnya tidak bisa melakukan dan ini juga terjadi dengan TV. Kami tidak menyalahkan siapa-siapa karena hukumnya belum sampai,” keluh Rafiq. ***