STMM Gelar Webinar Nasional; Perfilman Indonesia Harus Jadi Strategi Budaya
Capitol Apartement, Salemba, Jakarta, Kabarindo- Kali ini menghadirkan Rachel Sayidina selain sebagai anggota DPR Komisi I juga aktris perfilman nasional bersama sineas senior dan juga produser Garin Nugroho, Anggy Umbara sutradara box office, hadir juga AruL Muchsen selaku pengamat dan jurnalis film, Riza Pahlevi alumnus STMM dan penulis skenario Makmum dan Noor Izza sebagai Ketua STMM.
Webinar diawali Garin Nugroho yang sedang mentuntaskan buku emas industri perfilman menegaskan fenomena dan ciri pertumbuhan dengan budaya nonton diluar rumah sehingga membutuhkan nilai baru saat berkorelasi dengan seniman lain sebagai budaya populer dan bersentuhan budaya klasik.
Lutung Kasarung jadi contoh upaya dalam menggali nilai-nilai nusantara. Film selalu menjadi aspek anak teknologi berujung pada kanal-kanal VOD atau ToT seperti IFlix, Go Play atau Netflix yang pemicu budaya menonton multimedia. Kebangkitan industri film Indonesia di era 98 dengan spin off dengan menghidupkan lagi (re-make) bisa di lihat dari Warkop ReBorn atau sebentar lagi Siti Nurbaya, Bumi Manusia atau Wiro Sableng dari novel-novel klasik. Filmpun sudah mulai dilirik oleh bioskop-bioskop art dengan sineas yang genuine dari Anggy Umbara atau Joko Anwar. Film art atau statement pribadi juga dicontohkan dari Darah dan Doa oleh Usmar Ismail menyandingkan karya populernya dan art untuk memenuhi keinginannya.
Mouly Surya dan Kamila Andini sudah dikenal oleh dunia sebagai sineas perempuan yang membanggakan tanah air. Saat pasca Pandemi, kanal Netflix akan terus mencari film-film yang beda sebagai percepatan dari kanal-kanal baru sehingga hape akan menjadi gadget disesuaikan dengan regulasi yang masih lemah alias minim.
Indonesia harus mencontoh Korea Selatan dengan Busan Film Festival dengan tontonan Drakor menjadikan filmnya sebagai industri yang memiliki sistem dari strategi budaya menyesuaikan perubahan dunia. Ada reward dari tiap film box office yang sangat diperhitungkan oleh Dewan Film Korsel oleh perbankannya dengan loan yang otomatis mendukung industri perfilmannya.
"Saya juga salut juga dengan PM Perancis bahwa ia akui bahwa mereka kalah Hollywood karena ada data dan pertumbuhan sehingga mereka akan melakukan strategi budaya yang sangat jelas dengan memanfaatkan pajak tontonan Hollywood untuk film-film art dengan subsidi tentu saja yang harus dicontoh oleh Indonesia," ucapnya.
Menarik, Garin menyebut bahwa selera itu dibangun dan ditumbuhkembangkan secara kreatif bersama-sama dalam industri perfilman nasional dengan strategi budaya yang jelas. Indonesia harus mengelola 3 hal penting yakni kebudayaan populer, kebudayaan alternatif dan kebudayaan heritage.
Redaksi memastikan mengenal Indonesia dari film-film Garin dari Pulau Sumba, Jogja, Banyumas, ataukah lainnya.
Lanjut Rachel Sayidina yang sedang dalam kondisi hamil tua tetap bersemangat walau sudah jadi politikus di Komisi I tapi tetap bangga dengan karirnya sebagai aktris 9 tahun.
"Saat ini banyak filmaker terbantu dengan tekonologi dan langsung buat video sebagai konten untuk disiarkan kepada setiap orang. Saya pastikan tanggung jawab dengan pesan-pesan edukasi untuk kepentingan publik sehingga harus punya tanggung jawab publik. Film sebagai hasil proses kreatif dan imajinasi sekaligus mampu mengkomunikasikan ide dan gagasan yang bisa menjadi alat propaganda dari era Hitler, Mussolini sampai saat ini Amerika Serikat," paparnya lugas.
Dari sesi narsum berikutnya, Anggy Umbara menyampaikan tesis webinar bertajuk Big Films in Small Production, Anggy mencontohkan hasil kamera go pro dari film Paranormal Activity atau Searching berbujet kecil dan bisa box office adalah fenomena menarik saat pandemi ini ada produksi berbujet kecil tapi meraup banyak penonton.
"Harus ada breakthrough saat pandemi atau pasca pandemi ini dengan bujet kecil tapi ide yang over the top, Dimulai dengan memilih genre dengan kekuatan masing-masing lalu story ke premisnya mau seperti apa dengan karakter serta problemnya, harus juga diperhitungkan kedalaman dari film dengan konflik yang selalu sulit untuk ditebak laiknya kawat berduri mampu mengoyak perasaan penonton," jelasnya yang tentu saja harus melangkah ke produksi dengan tim yang cukup 7 orang saja.
Sementara itu Webinar berlanjut ke AruL Muchsen sebagai Penggiat Perfilman dan kritikus film dan Riza Pahlevi. Riza sudah tertarik dengan film sejak kecil dan kuliah STMM dan setelah jadi sarjana bikin film pendek Makmum dan sudah dilayarlebarkan raih penonton hampir 900 ribu hingga kini berlanjut dengan karya lainnya.
Webinar yang dihelat Sekolah Tinggi Multimedia Yogyakarta yang dimiliki Kementerian Komunikasi & Informatika RI berlangsung 3 jam dari jam 09.00 dengan partisipan capai 250 orang lebih.
Akhirnya Noor Izza sebagai rektor STMM mengemukakan the hidden treasure dari kampus yang ia pimpin dengan output seperti Riza dan memuji paparan Anggy dengan membuat film berbujet kecil bersama anggota dewan penyantun Garin Nugroho dari STMM.
"STMM menjadi sentra generasi muda kekinian yang menjadi bonus demografi dalam belajar. Ada fokus menarik di video production, audio production, game development, animation, journalism dan corporate communication jadi selain hard skill tapi ada soft skill tentang perilaku dan cara berfikir juga karakteristik diri dan keahlian kognitif (logika). Jadi anak STMM harus punya kreativitas, kemampuan persuasi, berkolaborasi, beradaptasi, dan manajemen waktu, itu yang dirasakan kini oleh Riza," jelasnya mantap.
Keahlian berkomunikasi adalah soft skill yang paling dibutuhkan sampai masa mendatang sehingga STMM harus punya Lab Public Speaking.
Noor bangga anak STMM Komunikasi sudah mampu membuat narasi, berinteraksi, berkomunikasi (speaking), ahli infografis, ahli motiongrafis, ahli membuat short video klip dan short movie director.
Bravo STMM.........!
Comments ( 0 )