Syaiful 'Ambo Nai' Muharram Terima Penghargaan dari Kemenbud & DFI
Syaiful 'Ambo Nai' Muharram Terima Penghargaan dari Kemenbud & DFI
KABARINDO, SURABAYA - Komedian Bugis, Syaiful 'Ambo Nai' Muharram, menerima penghargaan dari Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) RI dan Demi Film Indonesia (DFI) saat menjadi narasumber B3S Inklusi Pesantren di pelataran MAN 1 Bone.
Apresiasi tersebut diterima dalam rangka kegiatan Bincang-bincang Budaya Sinema (B3S) Filmmaker Goes to School yang menyambangi Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, pada Selasa – Jumat, 16 -19 September 2025.
Kegiatan tersebut diinisiasi oleh Kemenbud bersama Yayasan Demi Film Indonesia (YDFI) untuk memperkenalkan dunia perfilman dan hubungannya dengan dakwah yang lebih luas, karena Film Indonesia untuk semua.
"Ini kejadian luar biasa dalam hidup saya. Layaknya kupu-kupu bermetamorfosa dari kepompong dan merekah, tidak lama lagi Ambo Nai reborn dalam berbagai platform dengan manajemen baru, serta akan tampil bersama para santri dan pelajar Bone. Doakan ya," ujar Syaiful.
Syaiful yang jebolan Pesantren Kilat hadir menginspirasi dan memberikan pembelajaran kepada sekitar tiga ribu santri di Darul Huffadh TujuTuju, Ponpes Al-Ikhlas Ujung Bone, Ponpes MHQ Tonra, MA As'Sadiah ULO, MAN 1 Bone dan siswa SD 261 Tarasu.
Suasana semarak memenuhi Darul Huffadh menyambut kehadiran Syaiful, aktor dan penulis skenario Daeng Rodjak Petta Puang serta Gufri sebagai Pamong Budaya Madya FMS Ditjen PPPK Kemenbud RI yang memberikan motivasi & inspirasi. Juga Ketua Umum YDFI, Yan Widjaya, yang membahas “Sosialisasi Budaya Sinema & Perfilman serta Perkenalan 14 Profesi di Industri Film Tersertifikasi".
Yan Widjaya mengatakan, pengenalan perfilman dalam dunia pesantren memiliki peran penting sebagai sarana dakwah dan edukasi yang lebih kreatif. Film dapat menjadi media yang memadukan nilai keIslaman dengan seni visual, sehingga pesan-pesan moral, sejarah maupun ajaran agama lebih mudah dipahami dan menyentuh hati santri.
Ustadzah Darul Huffadh Tuju-tuju, Sa'diah, menambahkan dengan perfilman, kisah-kisah para ulama, perjuangan dakwah hingga nilai akhlak mulia dapat dihadirkan secara menarik, sehingga santri tidak hanya belajar melalui teks, tetapi juga melalui pengalaman visual yang mendalam. Hal ini sekaligus membuka ruang bagi santri untuk mengenal dan mengapresiasi karya budaya tanpa kehilangan jati diri keIslaman.
“Penguasaan media ini akan membantu pesantren menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, sehingga pesan keagamaan mampu menjangkau masyarakat luas, termasuk generasi muda yang lebih akrab dengan media visual. Dengan demikian, perfilman bukan hanya hiburan, melainkan juga alat pemberdayaan dan dakwah yang relevan di era digital,” ujar Sa’diah.
Foto: istimewa
Comments ( 0 )