Era Baru Komunikasi Presiden

Era Baru Komunikasi Presiden
Era Baru Komunikasi Presiden

Oleh : Hasyim Arsal Alhabsi

Presiden Prabowo Subianto resmi memberhentikan Hasan Nasbi dari posisi Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) dan sekaligus merombaknya menjadi Badan Komunikasi Pemerintah (BKP). Dari sisi tata kelola, ini adalah langkah paling tepat. Komunikasi presiden tidak boleh terfragmentasi, ia harus tunggal, jelas, dan sepenuhnya mencerminkan kepemimpinan Presiden. Dengan BKP, Prabowo menegaskan kendali komunikasi negara ada pada satu poros komando, bukan pada figur personal atau jaringan lama.

 

Hasan Nasbi bukan sekadar pejabat komunikasi. Ia adalah konsultan politik yang punya rekam jejak kedekatan dengan lingkaran Jokowi, terutama Gibran Rakabuming yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden. Kedekatan ini membentuk identitas politiknya dan sulit dinafikan. Penunjukan Hasan pada awal pemerintahan Prabowo bahkan dibaca banyak pihak sebagai kompromi: sebuah cara merangkul jejaring komunikasi Jokowi demi kelancaran transisi kekuasaan.

 

 

Penggantian Hasan adalah pilihan rasional. Ada beberapa lapis alasan:

 • Efisiensi dan efektivitas. Komunikasi pemerintah tidak boleh terbelah, hanya boleh ada satu wajah yang mewakili presiden.

 • Loyalitas penuh. Presiden membutuhkan tim komunikasi yang steril dari kesan “bayang Jokowi” atau “suara Gibran.”

 • Momentum politik. Reshuffle besar di September 2025 menandai era baru. Prabowo ingin memastikan jalur komunikasinya sepenuhnya berada di bawah kendali pribadi, tanpa ruang abu-abu.

 

 

Apakah kedekatan Hasan dengan Jokowi–Gibran turut menjadi alasan? Secara resmi tidak pernah disebut. Tetapi secara politik, faktor itu sulit dihapus dari kalkulasi. Dalam komunikasi politik, double identity selalu berisiko melahirkan tafsir ganda. Pencopotan Hasan, dengan demikian, bukan penolakan personal, melainkan penegasan bahwa komunikasi kepresidenan kini hanya punya satu saluran: saluran Prabowo.