Korsel Luncurkan Program Pengenalan Wajah untuk Lacak Penderita Covid

Korsel Luncurkan Program Pengenalan Wajah untuk Lacak Penderita Covid

KABARINDO, SEOUL – Pergerakan orang yang terinfeksi virus corona di Bucheon, Korea Selatan, akan lebih mudah terlacak mulai Januari 2022, saat proyek percontohan yang menggunakan kecerdasan buatan, pengenalan wajah, dan ribuan kamera CCTV dimulai.

Bucheon menerima 1,6 miliar won ($ 1,36 juta) dari Kementerian Sains dan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Korsel dan menyuntikkan 500 juta won dari anggaran kota ke dalam proyek untuk membangun proyek program ini.

Sistem pantau wajah ini menggunakan algoritma AI (Artificial Intelligence) dan teknologi pengenalan wajah untuk menganalisis rekaman yang dikumpulkan oleh lebih dari 10.820 kamera CCTV dan melacak pergerakan orang yang terinfeksi, siapa pun yang memiliki kontak dekat, dan apakah mereka mengenakan topeng.

Data kemudian diserahkan kepada Kementerian Sains dan TIK, yang mengatakan belum memiliki rencana untuk memperluas proyek ke tingkat nasional. Disebutkan bahwa tujuan dari sistem ini adalah untuk mendigitalkan beberapa pekerjaan manual yang harus dilakukan oleh pelacak kontak saat ini.

Dalam penawaran pendanaan nasional untuk proyek percontohan pada akhir 2020, walikota Bucheon Jang Deog-cheon berpendapat bahwa sistem seperti itu akan membuat penelusuran lebih cepat. 

“Terkadang butuh berjam-jam untuk menganalisis satu rekaman CCTV. Menggunakan teknologi pengenalan visual akan memungkinkan analisis itu dalam sekejap, ”katanya di Twitter.

Baca juga: Tips Lindungi Informasi Penting dari Risiko Kebocoran Data!...

Pejabat Bucheon mengatakan sistem itu mestinya mengurangi ketegangan pada tim pelacak yang terlalu banyak bekerja di kota padat di pinggiran Seoul dengan populasi lebih dari 800.000 orang itu, dan membantu menggunakan tim secara lebih efisien dan akurat.

Sistem Bucheon (sebutan untuk program ini) dapat secara bersamaan melacak hingga sepuluh orang dalam lima hingga sepuluh menit, memotong waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan manual, yang memakan waktu sekitar setengah jam hingga satu jam, untuk melacak satu orang, menurut rencana bisnis 110 halaman yang dibocorkan ke Reuters tersebut.

Sistem ini juga dirancang untuk mengatasi fakta bahwa tim pelacakan selama ini harus sangat bergantung pada kesaksian pasien COVID-19, yang tidak selalu jujur ​​tentang aktivitas dan keberadaan mereka. *** (Sumber: Japan Times, Reuters; Foto: Digitaltrends)