LPAI Serukan Peran Keluarga & Pemerintah; Ayo Lindungi Anak Indonesia...!

LPAI Serukan Peran Keluarga & Pemerintah; Ayo Lindungi Anak Indonesia...!

TAHUN 2021 BUKTI UU PERLINDUNGAN ANAK BELUM MAMPU MELINDUNGI ANAK

KABARINDO, JAKARTA-  Salah satu poin menarik adalah LPAI mendesak Judicial Review UU Perlindungan Anak serta penyadaran kontinuitas masyarakat agar memaksimalkan proses perlindungan Anak.

Siang tadi Kamis (30/12) gelar preskon akhir tahun yang dihadiri oleh Kak SETO sebagai Ketua Umum LPAI dan Kak TitiK sebagai Sekumnya dan redaksi menyebut periode ST18-SetoTitik bersama 18 Pengurus lainnya yang terdiri dari LPA-LPA se-Indonesia.

Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) pada 26-28 Oktober lalu telah 
melaksanakan Forum Nasional Perlindungan Anak. Agenda ini adalah agenda 5 tahunan LPAI dalam rangka evaluasi kinerja periode sebelumnya, serta pembaruan pengurus LPAI. Prof. Dr. Seto Mulyadi, M.Si., Psikolog. terpilih kembali menjadi Ketua Umum LPAI, serta Ir. Titik Suhariyati (Mantan Ketua LPA Provinsi Bali) terpilih sebagai Sekretaris Umum LPAI. 

Kak Seto mengingatkan tentang Sasana - Saya Sahabat Anak sebagai solusi atasi kekerasan terhadap Anak termasuk SPARTA Seksi Perlindungan Anak tingkat RT RW, "Jadi perlu 1juta orang atau 1 desa untuk lindungi anak yang dimulai dari Tangsel, Banyuwangi, Bekasi dan kota-kota lainnya sudah punya Sparta termasuk AKSA jadi harus bersama-sama dan semua pihak jadi tidak seperti pemadam kebakaran," paparnya.

Keluarga adalah ujung tombak pelaksana Sparta atau Aksa.

Kak Seto yang sudah Guru Besar masih sibuk di akhir tahun dengan menyiapkan bukunya saat pidato pengukuhan Guru Besar lalu.

Selain itu ia ingatkan perilaku menyimpang atau penyuka sejenis itu adalah kejahatan seksual anak yang harus diwaspadai semua pihak dan UU Perlindungan Anak punya sanksi pidana apalagi terjadi kekerasan.

Anak-anak lelaki juga rentan menjadi korban kejahatan tidak hanya anak perempuan-bukan sebatas kekerasan--seksual. Misalnya siswa-siswa di sekolah yang dijahati oleh guru mereka (juga lelaki).

LPAI menyesalkan, mengapa Presiden justru memberikan grasi kepada pelaku (terpidana). Orang tua dalam konteks kekerasan seksual anak dengan hadirnya kaum pecinta sejenis yang sudah gentayangan di medsos harus diwaspadai dan harus ayah dan ibu menjelaskan tentang hal tersebut.

Sementara itu bagi LPAI, meningginya laporan kasus ke kepolisian dan menjadi perhatian besar masyarakat, justru mengindikasikan positif trend dalam dunia perlindungan anak di 
Indonesia. 

"Itu merupakan buah dari para orangtua dan masyarakat lebih aktif melapor, media lebih gencar memberitakan, polisi lebih serius menangani laporan, " papar kak Titik melanjutkan.

LPAI mengkritisi jumlah laporan kasus anak yang masuk ke kepolisian antarperiode. 

Jika jumlah pada tahun ini lebih tinggi daripada tahun lalu, berarti perlindungan anak lebih positif, karena publik sudah berani melapor. Bandingkan jumlah laporan yang masuk ke kepolisian dengan berkas yang P21 (lengkap dan diajukan ke Kejaksaan). Semakin tinggi selisih antara P21 dan jumlah laporan, berarti semakin positif. Itu pertanda bahwa polisi kian mampu menuntaskan pengungkapan kejadian yang dilaporkan; Bandingkan putusan pengadilan dengan besaran sanksi pidana berdasarkan UU Perlindungan Anak. Tetapkan ambang minimal sebesar 80%. Bandingkan jumlah terdakwa dan jumlah residivis. 

Dalam rilis yang dibagikan ke media, LPAI menyimpulkan, apakah Negara 
dalam menangani kasus-kasus kejahatan dan perlakuan salah terhadap anak baru sebatas insidental (semacam pemadam kebakaran) atau sudah ke taraf sistematik dan holistic.....?

Untuk itu LPAI meminta aga dilakukan Uji Revisi (Judicial Review) pada beberapa pasal UU No 35 Tahun 
2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan 
Anak, terkhusus pada pasal Ancaman Pidana serta Penjelasan spesifik pada 
pasal Perlakuan Salah dan Penelantaran terhadap Anak. LPAI memandang bahwa kedua point Judicial Review tersebut sangat krusial dan penting, dalam rangka lebih memberikan efek jera bagi para Pelaku Kekerasan dan Kejahatan terhadap anak, serta memberikan penjelasan secara utuh dan spesifik apa saja perlakuan “Penelantaran dan Perlakuan Salah” terhadap anak.

LPAI tentu saja menaruh harapan positif kepada segenap Aparatur Penegak Hukum di semua tingkatan, sebagai sub-sistem perlindungan anak-anak di Indonesia, agar dapat berfungsi lebih efektif, mengutamakan Kepentingan Terbaik untuk Anak serta 
berprinsip pada setiap efektivitas kebaikan bagi anak-anak di Indonesia yang berhadapan dengan hukum (ABH).

Akhirnya menatap tahun 2022 yang akan berganti beberapa hari kedepan, LPAI serta LPA-LPA di berbagai wilayah baik Provinsi/Kab/Kota sebagai representatif masyarakat dalam upaya perlindungan terhadap anak, tentu mempunyai harapan besar, bahwa anak-anak kita di Indonesia agar mendapatkan perlakuan terbaik 
pada berbagai sisi kehidupannya, sehingga akan tercipta generasi terbaik kedepan, bagi keberlangsungan Republik Indonesia, karena “Bangsa yang Besar Adalah Bangsa yang Mencintai Generasi Anak-anaknya”