Mendiskusikan Kiblat; Petra Vs Mekkah (Bagian 1)
Oleh: M Subhan SD
Co-Founder Palmerah Syndicate
Berjalan kaki menyusuri celah ngarai sempit di antara dinding batu menjulang tinggi di Petra tiba-tiba membayangkan adegan film Indiana Jones and the Last Crusade (1989). Ngarainya memang sempit, tapi unik dan indah. Namanya al-siq .
Setelah berjalan sekitar setengah jam sejauh 2 kilometer, rasanya semua terbayarkan ketika melihat Al-Kazneh tersembul di ujung ngarai. Al-Khazneh (The Treasury) adalah bangunan yang dipahat di bukit batu. Tinggi 42 meter, lebar 30 meter. Terlihat dua lantai. Bagian beranda ditopang enam pilar. Lantai atas tampak ukiran mirip jendela atau pintu. Al-Khazneh semacam kuil atau makam Raja Nabasia (Nabatean) yang dibangun sekitar abad pertama Masehi.
Al-Khazneh adalah ikon terpopuler di situs Petra, yang terletak di Wadi Musa, Kegubernuran Ma’an, Yordania selatan. Dari ibu kota Amman, berjarak 238 kilometer (km), berkendaraan sekitar tiga jam. Pada 2007, situs ini menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia, yang telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada 1985. Sebagian besar situsnya masih terkubur akibat gempa.
Luasnya diperkirakan 160 km2, empat kali lebih besar dari Manhattan, Amerika Serikat; tetapi baru 15% yang telah ditemukan dan dibuka untuk wisata ( nationalgeographic.grid.id , 26 Februari 2023).
Keindahan Petra memang memukau. No doubt! Bagaimana rumah-rumah, balai pertemuan, makam, kuil, hingga istana dibuat dengan cara memahat gunung-gunung sebagai tempat aktivitas kehidupan manusia. Pahatannya pun sangat indah dan detail. Keahlian canggih seperti itu dianugerahi Allah kepada kaum Tsamud.
“Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah (QS Al-Fajr: 9); “…dan mereka memahat rumah-rumah dari gunung-gunung batu (yang didiami) dengan aman… (QS Al-Hijr: 82); ..dan kamu pahat dengan terampil sebagian gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah.” (QS Asy-Syuara: 145?
Kaum Tsamud adalah leluhur bangsa Arab. Tsamud termasuk bangsa Arab Al-Ba’idah, kabilah yang telah punah. Kaum Tsamud dibinasakan Allah, karena menolak risalah yang disebarkan oleh Nabi Saleh. Situs kaum Tsamud berada di Al-Hijr atau Hegra atau Madain Saleh di Provinsi Madinah, Arab Saudi, sekitar 400 km dari kota ke arah barat laut.
Tahun 2008 juga ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia. Al-Hijr adalah nama daerah yang bergunung batu. “Dan sesungguhnya penduduk negeri Hijr benar-benar telah mendustakan para rasul (mereka). dan Kami telah mendatangkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami, tetapi mereka selalu berpaling darinya, dan mereka memahat rumah-rumah dari gunung batu, (yang didiami) dengan rasa aman.
Kemudian mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur pada pagi hari, sehingga tidak berguna bagi mereka, apa yang telah mereka usahakan” (QS Al-Hijr: 80-84).
Jejak kaum Tsamud sudah tidak ada lagi. Situs Madain Saleh pun lebih merupakan peninggalan bangsa-bangsa Arab kuno yang tersisa (Arab Al-Baqiyah) atau pra-Islam, yaitu Nabasia (1 SM), Didan (2 SM), dan Lihyan (2 SM). Situs Madain Saleh adalah multi-component site (situs yang berkali-kali ditempati). Jadi, bukan hanya peninggalan satu peradaban. Pada era Nabasia, Raja Al-Harits IV atau Aretas IV (9 SM-40 M) menetapkan Madain Saleh sebagai kota kedua setelah Petra.
Petra adalah kota yang ribuan tahun hilang ( the lost city ). Ditemukan kembali oleh petualang muda asal Swiss, Johann Ludwig Burckhardt (usia 27 tahun), pada 1812. Penemuan Petra merupakan bagian dari pengelanaannya ke Jazirah Arab dan Afrika Utara. Burckhardt disebut mahir berbahasa Arab.
Dipercaya menjadi muslim dengan nama Ibrahim bin Abdullah. Pada tahun 1814 ia berhaji ke Tanah Suci. Saat itu, seperti catatannya dalam Travel in Arabia , ia menceritakan pertemanannya dengan jemaah haji asal Indonesia/Melayu (dikenal sebagai Jawi atau Jawa) sepanjang perjalananan antara Mekkah-Madinah. Ia meninggal di Kairo pada tahun 1817 karena sakit. Burckhardt alias Ibrahim ini sesungguhnya Indiana Jones sejati.
Berdiri di tengah-tengah ngarai di antara gunung batu dengan warna merah merona ( the the red hidden city atau the rose-red city ) itu, pikiran menerawang pada tesis yang diembuskan sejak lama oleh para orientalis bahwa Petra adalah sesungguhnya kiblat pertama kaum muslim.
Mengamati Petra dari dekat rasa penasaran itu memenuhi seluruh isi kepala, yang catatan-catatannya saya tuangkan di buku Negeri Para Nabi: Perjalanan Spiritual (2021): bagaimana cara berpikirnya, dengan bukti-bukti arkeologis pula, sehingga melahirkan konklusi bahwa di masa lalu Petra adalah Mekkah yang dikenal saat ini?
Sebetulnya pendapat yang menolak Islam lahir di Mekah bukan hal baru. Sudah sejak era 1970-an sudah ramai diperbincangkan. Sponsornya adalah para orientalis di Sekolah Studi School of Oriental dan African Studies Universitas London. Tokoh terkemukanya John Wansbrough (1928-2002), dan murid-muridnya seperti Michael Cook (kelahiran 1940) dan Patricia Crone (1945-2015).
Mereka kelompok studi Islam mazhab revisionis. Mereka hanya menunjuk suatu tempat di Arab utara atau barat-laut (Northwest Arabia). Petra berada pada radar posisi itu. Belakangan paling gencar adalah Dan Gibson, penulis sejarah asal Kanada. Ia lebih 20 tahun meneliti di kawasan Jazirah Arab. Menulis sejumlah buku dan channel di YouTube.
Kesimpulan Gibson, yang ditulisnya dalam buku Early Islamic Qiblas (2017), bahwa arah kiblat awal Muslim adalah Petra. Gambaran kota suci Mekkah pada awal-awal Islam, menurut Gibson, lebih pas di Petra, dibanding Mekkah saat ini. Salah satu pembuktiannya, sebagaimana tercatat dalam bukunya Qur’ānic Geography (2011),
Gibson menyurvei banyak masjid atau reruntuhan masjid yang dibangun pada awal-awal Islam, antara tahun 1-263 Hijriah (622-876). Masjid-masjid yang disurvei ada di berbagai belahan bumi: Arab Saudi,Yordania, Suriah, Irak, Iran, Bahrain, Yaman, Oman, Mesir, Lebanon, Israel, Siprus, Aljazair, Tunisia, Spanyol, Turki, Uzbekistan, Pakistan, India, hingga China. Ia mengukur arah kiblat masjid-masjid tersebut.
Pendapat Gibson memang provokatif tapi tentu menarik sekaligus menggelitik nalar. Dalam sejarah Islam, tercatat dua arah kiblat: awalnya Masjidil Aqsa di Yerusalem, kemudian Ka’bah di Mekkah sejak tahun 2 H/624 M. Tetapi, sekali lagi, kita perlu membaca pendapat Gibson, sekaligus menguji cara berpikir dan pembuktiannya.
Seberapa besar pendapat Gibson terhadap kepercayaan yang telah final? Seberapa logis pendapat itu, seberapa akurat bukti-bukti yang diajukan, dan seberapa logis pula akurasi dari bukti-bukti tersebut? Pikiran jauh menerawang ketika di depan mata tampak merah-meronanya dinding-dinding batu Petra di antara pendaran cahaya sore itu.(Bersambung)
Comments ( 0 )