Band Metal Lawan Hukum ‘Lèse-majesté’ Thailand
KABARINDO, BANGKOK – Setelah mengudara melalui radio-radio di Amerika Serikat tiga bulan yang lalu, lagu kontroversial kelompok musik keras Thailand 'Defying Decay' akhirnya dapat ditampilkan di negara asalnya, Sabtu (12/2).
Lengkingan gitar dan gemuruh drum mengiringi lagu menantang tabu di negara kerajaan itu yang berjudul The Law 112: Secrecy And Renegades, secara terbuka menantang undang-undang lèse-majesté Thailand yang keras.
Lèse-majesté berasal dari istilah Prancis yang berarti "melakukan kesalahan terhadap keagungan."
Thailand adalah satu-satunya monarki konstitusional yang telah memperkuat hukum lèse-majesté-nya sejak Perang Dunia II, semenjak penerapannya di 1908.
Bagian 112 KUHP Thailand menyebutkan pelarangan mencemarkan nama baik, menghina, atau mengancam raja Thailand (raja, ratu, ahli waris, calon pewaris, atau bupati), dengan ancaman hukuman berkisar antara tiga hingga lima belas tahun penjara.
Pada tahun 2020, seruan untuk reformasi kerajaan oleh anak-anak muda yang mendambakan perubahan meluas ke tempat terbuka selama serangkaian protes jalanan besar terhadap kepemimpinan Thailand.
(Foto: Demonstrasi menentang kerajaan dan kepemimpinan militer Thailand pada tahun 2020 -Reuters)
Interpretasi Bebas
Meskipun video resmi dan angka 112 dari judul tersebut mengacu pada hukum lèse-majesté Thailand, lirik lagu tersebut menghindari kritik terhadap nama orang atau institusi mana pun.
"Ketika saya menulis lagu, saya ingin agar liriknya terbuka untuk interpretasi dan agar semua orang [bisa] memaknainya sendiri," kata vokalis dan penulis lirik Poom Euarchukiati, 25, kepada kantor berita AFP.
Ia menambahkan, bagian lirik yang mencela korupsi mestinya bisa mendapat dukungan dari pihak kerajaan dan pendukungnya, atau dari penegak hukum
Terlepas dari judul lagu yang kontroversial, sumber inspirasi utama berasal dari plot video game fantasi Dark Souls, di mana korupsi adalah tema utama, kata Poom lagi.
Grup musik metal itu telah malang-melintang tampil di berbagai negara sejak terbentuk di tahun 2010, namun penampilan mereka hari Sabtu itu adalah yang pertama kalinya mereka membawakan lagu itu di ruang publik Thailand.
Rekor 43 Tahun
Menurut informasi yang dikumpulkan oleh Pengacara Hak Asasi Manusia Thailand (TLHR), antara 24 November 2020 dan 11 Juni 2021, 100 orang telah didakwa berdasarkan Pasal 112 KUHP Thailand. Termasuk di antara jumlah itu adalah delapan anak (individu berusia di bawah 18 tahun).
Rekor hukuman terkait pasal lèse-majesté jatuh pada Anchan Preelert, 65, bulan Januari 2021 dengan vonis 87 tahun penjara untuk 29 pelanggaran terpisah.
Pengadilan kemudian mengurangi vonis itu menjadi 43 tahun karena wanita itu mengakui kesalahannya.
(Foto: Anchan Preelert dan Suriyan Sucharitpolwong, korban hukum lèse-majesté Thailand -BBC/Reuters)
Anchan dihukum karena ia menyebarkan video klip yang di dalamnya terdapat ungkapan anti monarki ke media sosial Youtube dan Facebook.
Dikabarkan pula oleh berbagai media bahwa orang-orang yang menyukai postingannya juga turut dituntut secara hukum.
Tahun 2015, Suriyan Sucharitpolwong meninggal karena septikemia (infeksi aliran darah) saat berada di bawah tahanan militer setelah dijatuhi hukuman lèse-majesté.
Pada detik kesepuluh video klip The Law 112: Secrecy And Renegades tercantum, “Seharusnya tidak seorang pun meninggal karena perbedaan pendapat politik.”
***(Sumber: The Straits Times/AFP, Amnesty International, FIDH, BBC; Foto: AFP, BBC, Reuters)
Comments ( 0 )