Dinamika Kebijakan dan Sensitivitasnya

Dinamika Kebijakan dan Sensitivitasnya
Dinamika Kebijakan dan Sensitivitasnya

OLEH : Hasyim Arsal Alhabsi, Direktur Dehills Institute

 

Dalam dinamika kebijakan publik, respons cepat terhadap reaksi masyarakat adalah sebuah ukuran kepemimpinan yang baik. Keputusan pemerintah untuk merevisi kebijakan distribusi gas melon 3 kg setelah menuai protes adalah bukti bahwa suara rakyat masih memiliki daya tawar dalam proses pengambilan keputusan. Kecepatan Presiden dan kementerian terkait dalam menanggapi permasalahan ini patut diapresiasi, bukan justru dijadikan bahan kritik berkepanjangan yang kehilangan substansi.

Pemerintahan yang ideal bukanlah yang bebas dari kesalahan, melainkan yang mampu mengoreksi kebijakan dengan cepat dan tepat saat menemukan ketidaksesuaian di lapangan. Dalam konteks ini, revisi kebijakan gas melon menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya sensitif terhadap kebutuhan masyarakat kecil, tetapi juga memiliki fleksibilitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Birokrasi yang responsif terhadap keluhan publik adalah indikator kemajuan, bukan kelemahan.

Namun, dalam ruang publik yang semakin terbuka, kita sering dihadapkan pada gelombang kritik yang tidak selalu berlandaskan pada fakta atau pemahaman yang mendalam. Ada kalangan yang seolah menjadikan kritik sebagai ritual harian tanpa mempertimbangkan bahwa kebijakan yang telah direvisi semestinya dipandang sebagai langkah perbaikan, bukan sekadar alasan untuk terus menggerus kredibilitas pemerintah. Sikap seperti ini justru dapat mereduksi esensi kritik yang sesungguhnya, yakni sebagai alat kontrol yang bertujuan untuk perbaikan, bukan sekadar oposisi permanen yang menolak segala bentuk keputusan tanpa mempertimbangkan manfaatnya.

Sejatinya, kritik yang membangun bukan hanya berisi celaan, tetapi juga menawarkan solusi. Jika ada kelompok yang terus menerus mengkritik tanpa memberikan alternatif kebijakan yang lebih baik, maka kritik tersebut kehilangan bobotnya dan hanya menjadi gema tanpa makna. Masyarakat berhak menuntut pemerintah untuk lebih cermat dalam menyusun kebijakan, tetapi di sisi lain, mereka juga harus belajar menghargai kesediaan pemerintah dalam mendengar dan merespons dengan baik.

Kasus gas melon 3 kg ini memberikan pelajaran penting bahwa komunikasi antara pemerintah dan masyarakat harus berjalan dua arah. Pemerintah perlu lebih proaktif dalam mensosialisasikan kebijakan agar tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat, sementara publik juga harus belajar untuk menyikapi perubahan dengan lebih objektif dan rasional. Revisi kebijakan bukanlah tanda kelemahan, melainkan refleksi dari keberanian untuk mengakui dan memperbaiki kekurangan.

Oleh karena itu, ketika pemerintah menunjukkan kepekaan dan segera mengambil tindakan korektif, hal itu bukan hanya perlu diapresiasi tetapi juga didukung sebagai bagian dari proses demokrasi yang sehat. Jika kritik hanya menjadi suara nyaring tanpa arah, maka ia tak lebih dari riak yang akan hilang tanpa bekas, sementara yang lebih dibutuhkan adalah kontribusi nyata dalam membangun kebijakan yang lebih baik bagi semua.

Mencari kesalahan itu perkara mudah, tapi mengapresiasi usaha untuk memperbaiki kesalahan membutuhkan kedewasaan.