Gus Dur, Imlek, dan Falsafah Persatuan dalam Keberagaman Indonesia

Gus Dur, Imlek, dan Falsafah Persatuan dalam Keberagaman Indonesia

Oleh: ZA Zen

Pemerhati seni dan budaya. Alumni Teater Populer Angkatan 1984.


"Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar semboyan, melainkan jiwa yang harus hidup dalam setiap anak bangsa." – Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Di antara banyak pemimpin besar yang pernah memimpin Indonesia, Abdurrahman Wahid—atau yang lebih kita kenal sebagai Gus Dur—adalah sosok yang tak hanya mengubah wajah politik negeri ini, tetapi juga membuka mata kita terhadap hakikat sejati kebangsaan. Gus Dur bukan sekadar seorang negarawan, tetapi juga seorang pembaharu dan pemikir yang memahami bahwa kebersamaan serta persatuan dalam keberagaman adalah inti dari kekuatan Indonesia.

Keputusannya untuk mencabut Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967, yang selama bertahun-tahun membatasi ekspresi budaya Tionghoa di Indonesia, bukan hanya sebuah kebijakan administratif. Itu adalah sebuah pernyataan tegas bahwa keberagaman bukanlah ancaman, melainkan kekayaan yang harus dirawat dan dijaga. Gus Dur mengingatkan kita bahwa setiap agama, budaya, dan tradisi adalah bagian dari mozaik kebangsaan yang harus kita lestarikan dengan penuh cinta dan penghormatan.

Hari ini, saat kita merayakan Imlek, kita diingatkan bukan hanya tentang tradisi, tetapi juga tentang makna kebebasan yang kita nikmati. Kebebasan yang bukan hanya untuk diri kita sendiri, tetapi untuk setiap anak bangsa, tanpa memandang suku, agama, atau latar belakang. Namun, pertanyaan pentingnya adalah: apakah kita sudah cukup menghargai kebebasan itu? Apakah kita sudah cukup mencintai Indonesia dengan segenap jiwa kita?

Falsafah Imlek

Imlek bukan sekadar perayaan tahun baru dalam kalender Tionghoa. Ia adalah simbol dari perjalanan hidup yang tak terpisahkan dari siklus alam, sebuah pengingat bahwa kita adalah bagian dari semesta yang lebih besar.


Dalam tradisi Tionghoa, harmoni bukan sekadar kata, tetapi prinsip hidup. Tanpa harmoni, tidak ada kebahagiaan sejati. Tanpa keseimbangan, tidak ada kemajuan yang abadi. Gus Dur, dengan kebijaksanaannya, memahami bahwa harmoni adalah landasan utama bagi Indonesia yang majemuk. Tanpa harmoni, keberagaman kita hanya akan menjadi benih perpecahan. Namun, dengan harmoni, kita menjadi bangsa yang kuat dan kokoh menghadapi tantangan.

Leluhur dan Sejarah Imlek mengajarkan kita untuk menghormati leluhur, mengingat bahwa kita berdiri di atas bahu generasi yang telah berjuang. Gus Dur juga menekankan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati sejarahnya. 

Sejarah Indonesia adalah sejarah perjuangan bersama—perjuangan seluruh suku, agama, dan etnis yang telah berkorban untuk tanah air ini.


Tradisi angpao dalam Imlek bukan sekadar tentang memberi uang, tetapi tentang makna berbagi dan kepedulian sosial. Sama seperti dalam Islam, di mana zakat dan sedekah menjadi bagian dari keseimbangan sosial, Imlek mengajarkan bahwa kesejahteraan sejati bukanlah tentang memiliki lebih banyak, tetapi tentang memberi lebih banyak.

Hari-Hari Besar Nasional

Gus Dur tidak hanya membuka ruang bagi perayaan Imlek, tetapi juga menegaskan bahwa setiap hari besar keagamaan yang diakui negara adalah bagian dari identitas kebangsaan yang harus kita hormati dan rayakan bersama.

Idul Fitri ; Kemenangan Spiritual dan Persaudaraan Idul Fitri bukan sekadar perayaan berakhirnya Ramadan, tetapi juga momen untuk kembali pada fitrah, membersihkan hati, dan mempererat persaudaraan. Seperti dalam Imlek, yang menekankan reuni keluarga, Idul Fitri juga menjadi ajang merajut kembali hubungan dengan keluarga dan sesama.

Idul Adha ; Pengorbanan dan Keikhlasan Idul Adha mengajarkan nilai pengorbanan, keikhlasan, dan kepatuhan kepada Allah. Sama seperti Imlek yang menjadi momen berbagi angpao, Idul Adha menekankan pentingnya berbagi daging kurban dengan yang membutuhkan.

Natal ; Kasih Sayang dan Perdamaian Natal bukan hanya perayaan kelahiran Yesus Kristus, tetapi juga panggilan untuk menebarkan kasih sayang, perdamaian, dan harapan. Ini adalah waktu untuk mempererat hubungan dengan keluarga dan masyarakat serta menumbuhkan semangat persaudaraan yang melampaui perbedaan.
 
Waisak ; Pencerahan dan Kesadaran Diri Waisak mengingatkan kita untuk selalu berbuat baik, menjaga kebajikan, dan mencapai kesadaran spiritual. Seperti dalam Imlek, di mana kita menghormati leluhur dan merenungkan kehidupan, Waisak juga mengajarkan kita untuk menjaga kebajikan dan menghargai kehidupan.

Nyepi ; Keheningan untuk Menemukan Makna Hidup Nyepi adalah waktu untuk introspeksi, menemukan kembali makna hidup, dan menyelaraskan diri dengan alam. Sama seperti dalam Imlek, di mana rumah dibersihkan dan dupa dibakar untuk mengusir energi negatif, Nyepi mengajarkan kita untuk membersihkan hati dan pikiran.

Indonesia: Tanah Air yang Harus Dicintai dan Dijaga

Siapa pun yang lahir dan besar di Indonesia, tidak peduli dari mana asal nenek moyangnya, harus melihat negeri ini sebagai tanah air sejati. Nasionalisme bukan soal darah, tetapi soal kesetiaan, pengabdian, dan rasa cinta yang tulus terhadap negeri ini.

Indonesia bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi rumah yang harus dijaga dengan sepenuh hati. Kebebasan yang kita nikmati hari ini bukanlah hak yang datang tanpa perjuangan, tetapi hasil dari darah, air mata, dan pengorbanan para pahlawan yang telah mendahului kita. Kini, kita yang menerima warisan itu memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan memperkuatnya.

Sebagaimana Gus Dur telah berjuang untuk memastikan setiap anak bangsa bisa merayakan identitasnya tanpa rasa takut, kini adalah tugas kita untuk melanjutkan perjuangan itu—untuk menjaga Indonesia tetap bersatu, kuat, dan beradab.


Merayakan Keberagaman dengan Cinta dan Kesadaran


Hari ini, saat kita merayakan Imlek, Idul Fitri, Natal, Waisak, Nyepi, dan hari-hari besar lainnya, kita tidak hanya merayakan tradisi. Kita merayakan Indonesia—sebuah bangsa yang dibangun atas dasar cinta, kebersamaan, dan pengorbanan. Kita merayakan visi besar Gus Dur tentang Indonesia yang bersatu dalam keberagaman.


Indonesia bukan hanya milik satu kelompok, tetapi milik kita semua—milik setiap anak bangsa yang mencintainya, yang berkomitmen untuk menjaganya, dan yang siap berkorban untuk kemajuan bersama.

Gong Xi Fa Cai! Selamat merayakan keberagaman dengan semangat kebangsaan yang tak tergoyahkan, dengan cinta yang tak terbatas, dan dengan tanggung jawab untuk menjadikan Indonesia semakin kuat dan bersatu.