Jejak Keteladanan SBY dan Harapan pada Masa Depan

Jejak Keteladanan SBY dan Harapan pada Masa Depan
Jejak Keteladanan SBY dan Harapan pada Masa Depan

Oleh: Hasyim Arsal Alhabsi 

Deputi Bidang Perhubungan DPP Partai Demokrat

 

Dalam jagat kepemimpinan Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hadir sebagai figur yang menyatukan dua kualitas langka dalam dunia politik: pikiran yang jernih dan tindakan yang terukur. Ia bukan sekadar pemimpin yang tampil di panggung kekuasaan, melainkan arsitek dari kepemimpinan yang menjunjung integritas, menghormati ilmu, dan menolak basa-basi politik.

 

SBY adalah contoh dari pemimpin yang tidak terbuai oleh sanjungan, dan justru curiga terhadap pujian yang berlebihan. Sejarah mencatat bahwa orang-orang yang mencoba mendekatinya lewat jalan penjilatan, pada akhirnya tidak mendapatkan tempat. Ia punya radar terhadap ketulusan dan kemampuan, bukan kemasan dan kemunafikan. Inilah bentuk ketegasan elegan yang dibalut dalam kehati-hatian intelektual. Pemimpin semacam ini tidak hanya mengatur, tetapi juga mengarahkan. Ia tidak sekadar bertindak, tapi juga berpikir sebelum melangkah.

 

Satu hal yang membuat SBY begitu kuat adalah penghormatannya kepada kecerdasan. Ia tidak hanya memimpin dengan kuasa, tetapi juga dengan kekayaan pikiran. Ia kagum pada ide-ide yang tajam, pada pendapat-pendapat yang lahir dari kedalaman ilmu. Politik baginya bukan sekadar seni kemungkinan, tapi juga medan kehormatan bagi mereka yang berpikir lurus, adil, dan berlandaskan ilmu.

 

Maka, wajar jika banyak yang menyebutnya sebagai pemimpin terbaik yang pernah dimiliki Indonesia pasca reformasi. Ia menuntaskan dua periode pemerintahan bukan dengan drama, tapi dengan stabilitas. Ia bukan pemimpin yang sempurna, tetapi ia belajar, bertahan, dan tumbuh bersama bangsanya dalam masa-masa sulit.

 

Kini, kita menatap masa depan dengan harapan baru. Prabowo Subianto telah mendapatkan amanah untuk memimpin negeri ini. Harapan kita tidak kecil: semoga beliau dapat melampaui pencapaian SBY, bukan dalam semangat persaingan, tetapi dalam semangat estafet pengabdian. Bahkan bisa jadi, itulah juga harapan besar SBY sendiri—bahwa pemimpin sesudahnya harus lebih baik, lebih bijaksana, lebih besar dalam jiwa.

 

Kepemimpinan bukan sekadar memimpin hari ini, tapi mewariskan keteladanan untuk masa depan. Dan SBY telah meletakkan batu pertama itu dengan kokoh: berpikir sebelum bertindak, menilai sebelum menerima, dan menghormati akal sehat di atas segala pujian palsu.

 

Semoga negeri ini terus mendapat pemimpin yang bukan hanya mencintai rakyat, tetapi juga menghormati kecerdasan mereka.