Kanada Gandeng Universitas Prasetiya Mulya Atasi Masalah Perubahan Iklim di Indonesia

Kanada Gandeng Universitas Prasetiya Mulya Atasi Masalah Perubahan Iklim di Indonesia

 

 

KABARINDO, JAKARTA - Universitas Prasetiya Mulya (Prasmul) menjadi mitra utama bersama Universitas Waterloo Kanada dalam proyek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim bernama Flood Impacts, Carbon Pricing, and Ecosystem Sustainability (FINCAPES) Project. FINCAPES merupakan program pemerintah Kanada yang dikelola oleh Universitas Waterloo bersama Universitas Prasetiya Mulya sebagai mitra lokal dengan total pendanaan 15 juta dolar Kanada. 


FINCAPES merupakan langkah konkrit pemerintah Kanada dari hasil pertemuan G20 yang diselenggarakan di Bali dan diumumkan oleh Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau di pertemuan G20 pada 16 November 2022 lalu. FINCAPES adalah program kemitraan pemerintah Kanada dalam strategi Indo-Pacific dimana pemerintah Kanada ingin menjalin kerjasama dan hubungan baik dengan negara-negara di kawasan Asia-Pasifik. FINCAPES  memiliki tujuan untuk mendukung Indonesia dalam menyusun strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Pemerintah Kanada bersama dengan Universitas Waterloo merealisasikan kesepakatan kolaborasi ini pada hari Senin 20 Februari 2023 di Jakarta sebagai tanda dimulainya FINCAPES Project.


Kontribusi Prasmul dalam FINCAPES juga tak sekadar menjadi mitra akademis. Rektor Universitas Prasetiya Mulya, Prof. Dr. Djisman Simandjuntak, menjelaskan Prasmul juga mendukung inisiatif baik ini dengan berkontribusi dana senilai 750 ribu dolar Kanada sebagai bukti komitmen peran Universitas Prasetiya Mulya dalam mengatasi perubahan iklim.


Djisman menyatakan bahwa dalam kolaborasi ini Prasmul akan berfokus pada riset terkait perdagangan karbon (carbon trading), pajak karbon (carbon tax), nilai ekonomi karbon (carbon pricing), dan carbon capital. Prasmul, kata Djisman lebih lanjut, sejak awal memiliki model pembelajaran yang berdasarkan pada kolaborasi antar-bidang keilmuan. Dengan terlibat di dalam FINCAPES, kata dia, Prasmul akan menerapkan model pembelajaran itu, sembari melakukan capacity building dan mendalami aspek ekonomi dari perubahan iklim. “Model pembelajaran kami yang teruji sejak lama, bisa direplikasi dan dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk menangani persoalan kompleks seperti perubahan iklim.”


Kepala Kerjasama Pembangunan Kanada untuk Indonesia, Kevin Tokar, mengatakan dalam strategi itu, Kanada memandang Indonesia punya posisi yang sangat penting, terutama dalam hal perubahan iklim. “Seperti kita tahu, pemerintah Indonesia saat ini punya komitmen untuk melakukan transisi energi demi mengurangi emisi karbon. Pemerintah Kanada mendukung inisiatif baik tersebut.”


Dalam pelaksanaan program FINCAPES, selain Prasmul sebagai mitra utama, dalam aspek akademis Universitas Waterloo menggandeng juga Institut Pertanian Bogor (IPB). Kolaborasi antar-kampus ini, menurut President dan Vice Chancellor Universitas Waterloo, Vivek Goel, akan berjalan dalam berbagai bentuk. “Misalnya dengan melakukan riset bersama untuk mencari solusi atas persoalan perubahan iklim, kerjasama dalam hal pendampingan dan capacity building, dan tak menutup kemungkinan jika hal ini akan dilanjutkan dengan pertukaran pelajar antara Indonesia dan Kanada, atau sebaliknya.”


Sementara itu, Direktur dari program Ilmu Statistik dan Aktuaria Fakultas Matematika Universitas Waterloo, Bill Duggan, menjelaskan bahwa terdapat tiga komponen program utama dalam FINCAPES. Ketiganya, dirancang untuk meningkatkan dan mempercepat kapasitas Indonesia dalam beradaptasi dan pencegahan perubahan iklim.


“Pada komponen pertama, para pakar dari Universitas Waterloo bersama mitra di Indonesia akan mengembangkan model risiko keuangan baru yang inovatif untuk membantu pemerintah daerah, industri, dan masyarakat rentan dalam memperkirakan dan mempersiapkan biaya sosial ekonomi yang terkait dengan perubahan iklim khususnya kerusakan akibat banjir,” kata Bill.


Komponen kedua, proyek FINCAPES akan berfokus pada peningkatan upaya penyerapan karbon di Indonesia dengan membantu melindungi dan merehabilitasi lahan gambut dan ekosistem bakau yang kritis. Proyek ini juga akan berusaha untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Bagian dari proyek ini akan mengembangkan sejumlah laboratorium hidup bagi para ilmuwan dan mitra lokal untuk mengembangkan dan menguji metode baru. Selain itu juga dengan melakukan promosi dan mereplikasi solusi yang telah terbukti dalam skala yang jauh lebih besar.


Sedangkan, komponen ketiga FINCAPES akan mendukung pengembangan kebijakan tentang pajak karbon dan program pembatasan serta perdagangan karbon yang akan menjadi bagian penting dari pengurangan gas rumah kaca di Indonesia. Ini juga sebagai upaya Mekanisme Transisi Energi untuk membantu proses transisi Indonesia menjadi negara dengan energi rendah karbon.


Project Director Universitas Waterloo, Jean Lowry, menyatakan, nantinya hasil dari kolaborasi antar-kampus dan bidang keilmuan ini diharapkan dapat menghasilkan berbagai permodelan yang sudah teruji yang bisa dimanfaatkan dan diterapkan di Indonesia maupun di tingkat global. “Tentunya kami berharap nantinya hasil dari program ini dapat menjadi solusi atas perubahan iklim dalam skala yang lebih besar.”


Profesor Stefan Steiner, Ketua Tim FINCAPES dari Universitas Waterloo mengatakan, “Upaya yang efektif dan berkelanjutan sebagai respon terhadap ancaman emisi karbon sangat penting untuk kelangsungan hidup masyarakat di Indonesia dan di seluruh dunia. Dengan berfokus pada peningkatan harga dan perdagangan karbon, serta solusi berbasis alam, FINCAPES akan membantu transisi Indonesia ke ekonomi rendah karbon dan menjadi tempat tinggal yang berkelanjutan dan lebih sehat.


Upaya ini sejalan dengan tema adaptasi perubahan iklim yang ditekankan dalam “Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB” yang berlangsung baru-baru ini di Mesir (COP 27) sekaligus menggambarkan upaya PBB dalam membantu berbagai negara untuk bisa beradaptasi dengan meningkatnya dampak perubahan iklim.”


Dalam kesempatan yang sama, Rektor IPB, Arif Satria, mengatakan dalam kolaborasi FINCAPES, pihaknya akan berfokus pada riset terkait lingkungan hidup dan kehutanan. “Saat ini kami telah memiliki inovasi seperti Risk Fire System yang dapat memprediksi kebakaran hutan, enam bulan sebelum terjadi. Sehingga risiko kebakaran hutan dapat dicegah.” Sistem ini sudah diadaptasi oleh pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. “Kami juga punya Ecosystem Platform, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi konversi lahan sebagai early warning system alih fungsi lahan yang dapat diterapkan di berbagai daerah.”