Narasi Populis Jokowi dan Dedi: Strategi atau Gimik?

Narasi Populis Jokowi dan Dedi: Strategi atau Gimik?

KABARINDO, JAKARTA - Mantan Presiden Joko Widodo dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dinilai punya gaya kepemimpinan yang sama-sama mampu memikat hati rakyat. 

Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa) menilai keduanya memiliki kemiripan dalam memanfaatkan drama dan pendekatan populis.

“Kesamaan Jokowi dan Dedi Mulyadi adalah satu, memanfaatkan kesenangan atau hobinya sebagian masyarakat Indonesia, yaitu nonton drama dan sandiwara. Dan sinetron, drama, sandiwara ini dimanfaatkan betul. Jadi selalu ada storytelling yang disampaikan oleh Jokowi dan Dedi Mulyadi,” ujar Hensa.

Berdasarkan data Kominfo 2023, sebanyak 65 persen masyarakat Indonesia lebih tertarik pada pemimpin yang tampil naratif dan komunikatif.

Hensa menyebut Jokowi dan Dedi Mulyadi atau yang akrab disapa KDM, pandai memainkan seni bercerita. Mereka menyampaikan narasi menarik baik dalam pidato maupun konten media sosial, sehingga publik mudah terhubung secara emosional.

“Menurutnya, baik Jokowi dan Dedi Mulyadi atau yang akrab disapa KDM piawai dalam memainkan seni bercerita, dalam arti cerita-cerita yang mereka sajikan, baik melalui pidato hingga konten di media sosial, selalu punya daya tarik yang membuat publik terpikat," tuturnya.

Hensa juga menekankan gaya keduanya sangat kental dengan pendekatan populis. Ia melihat aksi dan gestur mereka di ruang publik seperti sudah disusun untuk menyasar masyarakat bawah.

“Keduanya pun terlihat sama-sama mengedepankan hal-hal populis untuk mendapatkan simpati rakyat," beber Hensa.

Selain pendekatan naratif dan populis, keduanya dinilai punya karakter yang lebih santai jika dibandingkan dengan pejabat-pejabat pendahulunya yang lebih birokratis dan kaku.

"Dan selain itu, keduanya banyak melakukan perbedaan-perbedaan dengan pejabat sebelumnya. Dari segi penampilan hingga gaya komunikasi, jadi keduanya diuntungkan karena pejabat sebelumnya yang lebih birokratis, lebih kaku, ini lebih santai," jelasnya.

Meski begitu, gaya kepemimpinan yang bersandar pada populisme dan storytelling tidak lepas dari kritik. Hensa menilai bahwa narasi berlebihan bisa menutup substansi penting dalam kebijakan jangka panjang.

"Namun, tak bisa dihindari, formula yang dijalankan Jokowi dan Dedi Mulyadi terbukti efektif menjaga dukungan publik, dan kemampuan mereka untuk tetap 'nyambung' dengan rakyat menjadi pelajaran tersendiri," tandas Hensa. (Khalied Malvino)