OJK Terbitkan Buku Panduan Tata Kelola Perbankan Indonesia
KABARINDO, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan buku panduan Tata Kelola Kecerdasan Artifisial Perbankan Indonesia yang menjadi acuan minimum bagi bank dalam mengembangkan dan menerapkan sistem berbasis teknologi, termasuk kecerdasan artifisial tingkat lanjut.
“Tujuannya untuk memastikan bahwa setiap pemanfaatan kecerdasan artifisial dapat menghasilkan manfaat secara optimal dengan tetap berada dalam koridor manajemen risiko yang efektif dan terkendali,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam acara peluncuran Tata Kelola AI Perbankan Indonesia yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut, Dian menjelaskan bahwa panduan ini menekankan pentingnya pendekatan yang holistik melalui pengelolaan siklus hidup kecerdasan artifisial (artificial intelligent/AI) secara menyeluruh.
Siklus ini mencakup tahapan sejak inisiasi, perancangan, pembangunan model, pengujian, implementasi, hingga evaluasi dan audit secara berkala guna memastikan bahwa teknologi yang digunakan tetap akuntabel, transparan dan selaras dengan prinsip tata kelola yang baik.
Dian menambahkan buku panduan tata kelola ini mengusung prinsip-prinsip dasar kecerdasan artifisial yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya.
Prinsip nilai AI ini bersifat universal namun diselaraskan dengan nilai dan norma yang berlaku di Indonesia serta prinsip internasional, sehingga dapat menjadi acuan implementasi bagi seluruh pemangku keuangan di sektor perbankan.
"Implementasi kecerdasan artifisial yang bertanggung jawab tidak cukup dilakukan secara parsial, melainkan harus menyeluruh dan terintegrasi dalam sistem tata kelola yang komprehensif," kata dia.
Terdapat tiga prinsip nilai yang menjadi fondasi tata kelola kecerdasan artifisial, salah satunya termasuk keandalan (reliability) untuk memastikan bahwa keputusan yang dihasilkan selaras dengan strategi dan tujuan bank.
Prinsip nilai yang kedua yaitu akuntabilitas (accountability) agar setiap sistem dapat dipertanggungjawabkan secara menyeluruh.
Terakhir atau ketiga, pengawasan oleh manusia atau human oversight sebagai syarat mutlak dalam mewujudkan sistem kecerdasan artifisial yang layak dipercaya.
Dian menambahkan ada beberapa elemen yang perlu diintegrasikan dalam tata kelola kecerdasan artifisial salah satunya sumber daya manusia melalui pelatihan dan peningkatan kompetensi.
“Kemudian juga ada proses yang mencakup kebijakan, prosedur, serta manajemen risiko dan kepatuhan. Kemudian yang terkait dengan teknologi yang harus bersifat transparan. Kemudian aman dan adaptif terhadap risiko,” ujar Dian.
Dalam penyusunannya, panduan ini mengacu pada berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang relevan antara lain Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, serta peraturan dan kebijakan terkait lainnya yang diterbitkan oleh OJK.
Buku panduan AI bagi perbankan Indonesia juga memperhatikan regulasi global seperti regulasi dari The Basel Committee on Banking Supervision (BCBS), serta melihat praktik dari negara lain seperti regulasi dari Office of the Comptroller of the Currency (OCC) di Amerika Serikat (AS) serta Artificial Intelligence Act di Uni Eropa.
Dian mengatakan dukungan dan komitmen dari seluruh pelaku industri, khususnya perbankan, menjadi kunci dalam mewujudkan penerapan kecerdasan artifisial yang bertanggung jawab dan berdampak positif.
OJK mencermati bahwa perbankan Indonesia terus menunjukkan komitmen dalam mendukung transformasi digital demi meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat.
Ke depan, OJK berharap bahwa kecerdasan artifisial akan menjadi enabler yang semakin mempermudah akses masyarakat terhadap layanan keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara inklusif.
“Harapan tersebut tentu perlu diiringi dengan pemahaman yang utuh bahwa mengintegrasikan kecerdasan artifisial ke dalam operasional bank bukan sekadar transformasi teknologi, lebih dari itu tentu saja adalah hal ini mencerminkan transformasi struktural budaya dan pola pikir organisasi. Oleh karena itu dibutuhkan kerangka kerja yang strategis, budaya inovatif, serta perhatian terhadap aspek etika dan berkelanjutan,” kata Dian.
Comments ( 0 )