Pangsa Indonesia di Industri Fashion Muslim Dunia Terbuka Lebar, Optimalkan Produksi & Kreativitas

Pangsa Indonesia di Industri Fashion Muslim Dunia Terbuka Lebar, Optimalkan Produksi & Kreativitas

Pangsa Indonesia di Industri Fashion Muslim Dunia Terbuka Lebar, Optimalkan Produksi & Kreativitas

Surabaya, Kabarindo- Pangsa Indonesia di industri fashion Muslim dunia terbuka lebar. Potensi ini perlu dioptimalkan oleh para produsen dan desainer fashion agar dapat menjadi tren global, sehingga diminati oleh umat Muslim dunia.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat, Muhamad Nur, dalam talkshow bertema “Halal Modest Fashion: Sinergi Industri, Kreativitas dan Kesadaran Konsumen” di Masjid Al Akbar, Surabaya, pada Sabtu (13/9/2025).

Acara tersebut merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Jawa 2025 yang digelar Bank Indonesia di Masjid Al Akbar, Surabaya, mulai 12-14 September 2025.

Nur menyebutkan, secara global, pangsa Indonesia di industri fashion Muslim masih relatif kecil berkisar 1-2%. Namun potensinya sangat besar, karena populasi muslim dunia diprediksi mencapai 2,8 miliar jiwa pada 2050. Dengan jumlah ini, konsumsi produk halal, termasuk fashion, diprediksi akan menembus 3,36 triliun dollar AS pada 2028.

“Angka tersebut merupakan peluang besar yang perlu dioptimalkan oleh para para produsen di Indonesia maupun para desainer untuk menghasilkan produk yang inovatif dan bisa menjadi trend setter, sehingga diminati umat Muslim dunia," ujarnya.

Nur menekankan, pengembangan fashion Muslim tidak hanya sebatas penyediaan bahan baku yang halal, namun juga perlu menghasilkan produk siap pakai yang berkualitas. Untuk itu, dibutuhkan promosi secara gencar di dalam negeri maupun ke berbagai negara Muslim.

Ia menambahkan, perkembangan industri fashion Muslim di Indonesia terus menunjukkan tren positif, bahkan menempati posisi pertama di sektor ekonomi syariah. Hal ini menjadi bagian penting dari strategi ekonomi syariah yang memiliki pangsa pasar di atas 25%. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan kolaborasi mulai hulu hingga ke hilir yang melibatkan produsen, desainer hingga lembaga keuangan seperti Bank Indonesia.

Nur menekankan pentingnya edukasi bagi para pelaku industri agar mengedepankan keberlanjutan dalam produksi, serta pemahaman yang komprehensif tentang konsep halal yang mencakup bahan, proses hingga produk akhir. Juga pemanfaatan peluang bisnis untuk memperluas pasar domestik dan global.

“Hal itu dibutuhkan agar industri fashion Muslim dan halal semakin kuat. Setiap tahun, Bank Indonesia mencatat munculnya mitra potensial dari kalangan anak muda kreatif yang berhasil menghadirkan produk kompetitif,” ujarnya.

Nur memberi contoh Jabar yang difasilitasi Bank Indonesia bekerja sama dengan sekolah mode di Jakarta melahirkan desainer-desainer baru yang berdaya saing tinggi, bahkan mampu tampil di panggung internasional. Beberapa di antaranya telah memperkenalkan karya mereka di Prancis yang menjadi pusat mode dunia.

Tantangan, kreativitas & keberlanjutan

Industri fashion Muslim kini telah berkembang menjadi bagian integral dari ekonomi global. Founder & CEO KaIND, Melie Indarto, yang menjadi narasumber menyebutkan nilai industri ini diproyeksikan mencapai 2,8 triliun dollar AS pada tahun ini.

Menurut Melie, secara global, kemajuan fashion Muslim diukur melalui financial, awareness, social dan innovation. Tantangannya adalah bagaimana membawa fashion Muslim ke arah yang stylish, inklusif dan adaptif terhadap tren dunia.

Melie juga menekankan pondasi utama industri fashion Muslim yaitu prinsip halal, etika dan keberlanjutan. Hal ini telah diterapkan oleh KaIND sejak 2017 yang berkomitmen menggunakan material alami, proses produksi minim limbah, mengangkat kearifan lokal dan mengikuti tren global.

“KaIND menghasilkan produk busana yang siap pakai, juga membangun ekosistem industri yang melibatkan ribuan petani lokal. Inovasi terbaru mereka adalah mengembangkan benang dari serat nanas dan rami, serta memanfaatkan sutra etis tanpa membunuh pupa. Strategi ini mampu menciptakan keberlanjutan, juga memberi dampak sosial ekonomi yang luas,” terangnya.

Narasumber lain, Natasha Rizky, selebriti, entrepreneur dan pendiri brand Alur Cerita, menuturkan lahirnya Alur Cerita berawal dari keresahan pribadi sebagai muslimah yang ingin menghadirkan busana Muslim yang sesuai syariat namun tetap stylish. Brand ini memproduksi fashion mulai dari jilbab hingga busana yang mengusung konsep minimalis.

“Saya menawarkan busana syar’i yang nyaman, simple dan mengikuti tren kekinian,” ujar Acha, sapaan akrab Natasha.

Ia melihat, persaingan di industri fashion Muslim semakit ketat di antara brand-brand lokal maupun internasional. Namun menurut ia, tak perlu takut berkompetisi. Ia optimis para desainer fashion Muslim mampu berkreasi dan berinovasi untuk menghasilkan karya yang indah dan sesuai dengan syariat Islam.

Acha yakin, potensi fashion Muslim Indonesia di dunia masih terbuka lebar dan sangat besar. Jika peluang ini dimanfaatkan dengan lebih serius, Indonesia bisa menjadi kiblat fashion muslim global.