Transtoto: Tanpa Berpolitik Praktis, Hutan tidak Boleh Rusak, Apalagi Hilang!

Transtoto: Tanpa Berpolitik Praktis, Hutan tidak Boleh Rusak, Apalagi Hilang!

KABARINDO, JAKARTA - Kawasan hutan seluas 60 persen yang sudah lama rusak harus terus direboisasi dan dihambat perusakannya, terutama di Jawa yang sangat rentan.

Dilain sisi pembangunan fisik juga harus diprioritaskan di luar Jawa yang cenderung membutuhkan lahan hutan, dan diutamakan di wilayah Indonesia timur. 

"Jawa agar diamankan dari bencana lingkungan, khususnya bencana banjir, erosi kekeringan dan kelongsoran tanah", Dr. Transtoto Handadhari menyampaikan kepada media Rabu (21/2/24).

Dengan populasi manusia yang sekitar 147 juta jiwa (55 persen: Rudhito Widagdo), dan hutan negara yang tersisa hanya 1,3 juta hektare (10 persen) dari kebutuhan lindung hutan yang 65 persen itu jelas merupakan ancaman nyata bagi kehidupan di Jawa. 

Itupun diperparah dengan masih maraknya praktik illegal logging di hutan Jati, kegagalan penghijauan, beberapa kekeliruan tata ruang serta diberlakukannya kebijakan KHDPK (Kawasan Hutan dengan Perlakuan Khusus) oleh pemerintah sendiri yang berkali-kali diingatkan harus diperbaiki dulu konsep, perencanaan dan tatalaksananya.

"Diluar berkurangnya tutupan hutan harus diakui pertumbuhan kebun rakyat semakin banyak. Di ladang-ladang tanah rakyat, semakin banyak vegetasi yang peningkatannya lebih dari 2 persen per tahun dan mampu sedikitnya menggantikan peran hutan lindung sampai 30 persen", paparnya.

Hutan rakyat yang banyak dinanami pohon sengon (Albizzia sp.) dan jati (Tectona grandis) memang telah menghasilkan bahan baku untuk bangunan dan industri yang signifikan.

Sebagai gambaran jumlah produksi kayu jati rakyat di Gunung Kidul saja mencapai 450 ribu meter kubik setahun (2007), dan pertumbuhan sengon mencapai 2-3 juta meter kubik setahun di Jawa Tengah saja",  Jelas Transtoto.

"Produksi kayu jati rakyat di Gunung Kidul itu berarti sudah setara dengan separoh produksi jati Perhutani se Jawa". "Meski kualitasnya perlu lebih ditingkatkan?", sambungnya.

Melihat keterlibatan adanya Caleg DPR-RI di Pemilu 2024, nampaknya belum menggembirakan.

Kendala utama berupa perlunya dimiliki dana yang besar mengakibatkan sulitnya mengajak rimbawan agar mau berpolitik.

Sebagai salah satu caleg DPR-RI,Transtoto yang dijagokan sebagai rinbawan senior yang jelas berintegritas dan memiliki kapabilitas yang tidak diragukan ternyata juga belum mendapat dukungan umum.

"Kemampuan finansial saya sangat rendah. Tanpa ada yang mau membantu saya akan sangat sulit membela hutan, inti kehidupan yang amat vital itu melalui parlemen", jelasnya prihatin.

"Perlu dibuat sistem demokrasi yang dapat menjaring para pemimpin yang berkualitas, antara lain melalui sistem selektif, proporsional dan tertutup seperti yang disampaikan juga oleh Dr. Dina Hidayana dari Partai Golkar.

"Memang ada cara berjuang yang lain. Misalnya di LSM. Tapi kita tahu, bahkan bicara di koran mainstream saja hanya dianggap ngomong di warung kopi", keluhnya. "Tanpa melalui DPR hanya dianggap angin lalu. Hutan bisa-bisa tidak ada yang membela, katanya.

"Tetapi sesuai Deklarasi Gunung Kidul 22-2-22 bahwa untuk Memuliakan Hutan tanpa Kecurangan, disepakati Hutan Kita tidak Boleh Hilang.

"Maka dalam kesulitan apapun, dalam kebijakan apapun, Doktrin itu harus dipegang oleh rimbawan", tegas Transtoto, mantan Dirut Perhutani, rimbawan KAGAMA itu dengan sedikit optimis. Foto: Ist