Bagaimana UKM di Indonesia dapat Meningkatkan Pendapatan di Era Pasca Pandemi

Bagaimana UKM di Indonesia dapat Meningkatkan Pendapatan di Era Pasca Pandemi

KABARINDO, JAKARTA - Pandemi Covid-19 jauh dari kata “mudah” bagi pemilik usaha kecil. UMKM di Indonesia menghadapi guncangan permintaan dan penawaran, antara lain disebabkan oleh penurunan pembelian dan pesanan, tantangan distribusi, dan ketersediaan bahan baku yang kurang.

Namun, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang beralih ke digital berkembang pesat. Selama pandemi, transaksi di pasar online meningkat 26% dengan 3,1 juta transaksi per hari, diikuti oleh peningkatan distribusi 35%.

 

Pemerintah Indonesia juga telah mengembangkan strategi untuk membangun sektor UKM yang kuat dengan menyalurkan program kredit mikro yang memungkinkan bank umum di Indonesia menyediakan modal kerja dengan tingkat bunga yang lebih rendah, dibandingkan dengan sebagian besar pinjaman mikro lainnya. Pada tahun 2021, pemerintah telah mengucurkan Rp281,86 triliun dan ditargetkan bisa mengucurkan Rp378 triliun hingga Juni 2022.

 

Ketika modal kerja tidak menjadi masalah bagi UKM, bagaimana pemasaran digital dapat meningkatkan pendapatan mereka?

 

Berdasarkan data dari Google, Temasek, dan Bain & Company, nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai US$146 miliar atau Rp2.100 triliun pada tahun 2025. Nilai yang besar tersebut seharusnya menjadi peluang nyata bagi UKM untuk memasuki dunia digital, terlebih lagi, pemerintah telah mengembangkan cetak biru ekonomi dan keuangan digital di mana 62,9 juta UKM dapat diserap ke dalam keuangan formal untuk mencapai ekonomi berkelanjutan melalui digitalisasi. Bank Indonesia juga menyiapkan perubahan dalam pembayaran digital berupa QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard), sebagai pintu masuk bagi UKM ke ekosistem dan keuangan digital.

 

Dengan masa depan yang cerah dan dukungan yang kuat kepada UKM, kini UKM membutuhkan dukungan khusus dalam optimalisasi pemasaran digital. Sebagian besar UKM di Indonesia belum mengetahui adanya dana khusus untuk mengoptimalkan awareness di media sosial dan marketplace. Layanan pembiayaan Jenfi secara khusus terbatas pada layanan pertumbuhan seperti Facebook, Instagram, LinkedIn, atau layanan periklanan Google. Hal ini memastikan bahwa pendanaan hanya bisa digunakan untuk menghasilkan pendapatan dan dilacak dengan mengintegrasikan akun pendapatan bisnis pada layanan seperti Shopify, Stripe, Braintree, Lazada, Shopee, dan Tokopedia. Model bisnis ini memastikan bahwa Jenfi hanya diuntungkan ketika perusahaan menghasilkan pendapatan dari modal pertumbuhan yang diberikan.

 

Alternatif pendanaan Jenfi dapat menjadi solusi bagi UKM untuk mendongkrak pendapatan seiring dengan berkembangnya sektor e-commerce di Indonesia. Menawarkan konsep pendanaan berbasis pendapatan yang fleksibel, Jenfi dapat dengan mudah diakses baik untuk UKM yang ingin mengoptimalkan pinjaman kredit dari pemerintah maupun mereka yang tidak memiliki akses pinjaman.

 

Indonesia merupakan salah satu pasar yang berkembang pesat di Asia Tenggara dan memiliki potensi untuk memperkuat posisinya lebih jauh. Untuk itu, upaya membantu usaha kecil dan menengah bertahan di saat ekonomi bergejolak dan pada akhirnya meningkatkan skala pertumbuhan sangatlah penting.