Polemik Putusan Ketua MK, BEM Nusantara Lakukan Aksi Serentak Jilid II

Polemik Putusan Ketua MK, BEM Nusantara Lakukan Aksi Serentak Jilid  II

KABARINDO, JAKARTA - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara bersama ratusan mahasiswa menyampaikan penolakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) ihwal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres) melalui "Aksi Serentak Jilid II", Senin (23/10/23).

Luapan kekecewaan mahasiswa selaku "agent of change" dan "social control" terhadap keputusan 'lembaga yudikatif' itu dilakukan di Kawasan Patung Kuda Monas, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, DKI Jakarta.

Para mahasiswa menyampaikan orasi bahwa keputusan MK untuk mengabulkan permohonan gugatan materiel Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) soal batas usia vapres dan cawapres menilai bahwa tidak adanya praktek demokrasi yang dianut oleh putusan MK itu.

Koordinator Pusat BEM Nusantara, Ahmad Supardi menilai independensi MK sebagai pelindung konstitusi patut dipertanyakan.

Pria yang disapa Ardi ini menyebut putusan MK bahwa seseorang yang memiliki usia di bawah 40 tahun tidak bolehe calonkan diri sebagai capres-cawapres kecuali pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk kepala daerah ini sarat nuansa kepentingan.

"Kita dibohongkan seluruh Indonesia bahwa pada tahun 2024 penggugatan itu adalah mulus kepada Gibran Rakabuming Raka dan itu kami nyatakan bahwa (putusan MK) itu adalah unsur politik dan intervensi politik yang dilakukan pemerintah pada hari ini," ungkap Ardi.

Menurut Ardi yang juga menjabat sebagai Presiden Mahasiswa STMIK Jayakarta ini, putusan MK adalah langkah menabrak konstitusi yang sangat tidak lazim. Dia menduga adanya intervensi dari kepentingan politik lantaran MK terkesan tergesa-gesa dalam mengabulkan gugatan.

Status Anwar Usman sebagai adik ipar Jokowi, yang artinya paman dari Gibran dan Kaesang memperkuat dugaan adanya keberpihakan keluarga untuk melanggengkan kekuasaan.

Kedua, kedudukan yang disandang Anwar Usman sebagai Ketua MK sekaligus ketua majelis hakim dalam sidang batasan usia capres-cawapres.

"Bahwa putusan tersebut telah keliru bahkan yang kami sayangkan ada 9 hakim disitu, ada 9 hakim, ada tiga hakim menerima, dua hakim menerima dengan alasan yang berbeda, dan empat hakim menolak. Sudah jelas disitu bahwa ada unsur dan intervensi politik yang dilakukan oleh Anwar Usman untuk kemudian meloloskan gugatan ini," kata dia.

Terakhir, ada empat orang dari total sembilan hakim konstitusi tak sejalan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang melonggarnya syarat usia minimum capres-cawapres.

Dugaan mahasiswa ini semakin memuncak pasca Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, resmi mengumumkan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai bakal calon wakil presidennya, Minggu (22/10) malam.

"Itu adalah design yang dilakukan oleh pemerintah, itu adalah kongkalikong presiden, itu adalah kongkalikong pemerintah hari ini dengan MK, apalagi kita ketahui bersama bahwa MK itu Anwar Usman itu adalah masih punya hubungan darah dengan presiden ataupun Gibran Rakabuming Raka," jelas dia.

Aksi unjuk rasa itu merupakan rentetan demonstrasi yang dilakukan BEM Nusantara beberapa waktu lalu. Ardi memastikan pihaknya akan terus mengawal putusan kontroversial itu.

Untuk diketahui, BEM Nusantara juga melakukan demonstrasi lain di berbagai wilayah Indonesia mulai dari Jambi, Sumatra Selatan, hingga Sulawesi Selatan sesuai tema pada aksi hari ini, yakni Aksi Serentak Jilid II.

"Kami tetap akan terus menyuarakan hal-hal yang kemudian tidak mengutamakan kepentingan rakyat, itu yang pertama. Namun kemudian upaya-upaya yang kami lakukan misalnya karena kita mungkin tidak mampu melawan pemerintah hari ini," kata dia.

"Karena pemerintah pura-pura tuli, pemerintah pura-pura tidak dengar, maka mungkin kami juga akan melakukan kegiatan-kegiatan yang berbeda ataupun menyuarakan dengan cara yang berbeda, banyak cara yang akan kami lakukan," tukas dia.