Saat Langit Spanyol Berubah Menjadi Jingga 

Saat Langit Spanyol Berubah Menjadi Jingga 

KABARINDO, MADRID – Berbagai foto tanpa filter menunjukkan langit jingga kemerahan memayungi Spanyol beredar luas di media sosial hari Selasa (15/3).

Sebelumnya, banyak orang Spanyol terbangun dan menemukan lapisan debu merah menutupi teras, jalan, dan mobil hari itu. Langit ibu kota dan kota-kota lain diwarnai jingga dengan jarak pandang hingga 4 km.

Spanyol mengeluarkan peringkat kualitas udara yang sangat buruk untuk Madrid dan sebagian besar negara itu di hari yang sama, setelah massa udara panas dari Sahara menebar debu di sana setelah melintasi Mediterania.

Indeks kualitas udara nasional Spanyol bahkan memenuhi syarat sebagai "sangat tidak menguntungkan" - peringkat terburuknya - di ibu kota dan sebagian besar pantai tenggara negara itu.

Awan debu Sahara ini terjadi setiap tahun ketika angin panas bertiup di tanah yang gembur di lahan kering. Tahun lalu, gumpalan besar seukuran Amerika Serikat bernama "Godzilla" membawa berton-ton partikel kecil melintasi Samudra Atlantik.

(Foto: langit jingga di Spanyol, Selasa (15/3) -Euronews)

Otoritas darurat di Spanyol telah merekomendasikan warganya menggunakan masker wajah jika mereka pergi ke luar, dan menghindari olahraga di luar ruangan.

Gelombang udara panas juga mempengaruhi kualitas udara di wilayah utara Madrid, sejauh barat seperti di Kepulauan Canary di Samudra Atlantik dan di Kepulauan Balearic di Mediterania.

Pada hari Selasa, Laboratorium Klimatologi di Universitas Alicante mengatakan bahwa saat ini Spanyol memiliki kualitas udara paling buruk di mana pun di dunia, melebihi India dan China.

Bagaimanapun, massa udara panas dari Afrika itu mengirimkan hujan yang sangat dibutuhkan ke wilayah yang baru-baru ini dilanda kekeringan. Dalam tiga bulan terakhir tahun 2021, Spanyol mencatat hanya 35 persen dari rata-rata curah hujan dan hampir tidak ada hujan sejak saat itu.

Walaupun periode kekeringan biasa terjadi di wilayah tersebut, para ahli mengatakan bahwa perubahan iklim telah memperburuk masalah yang biasanya terjadi pada musim hujan.

Ketika air hujan bergabung dengan debu gurun, terjadilah fenomena yang dikenal sebagai 'hujan darah' meninggalkan residu berlumpur di mana-mana yang jatuh dari langit jingga itu.

***(Sumber: Euronews/AP; Foto: Mirror)