Tingkat Kemiskinan Jakarta Naik!
KABARINDO, JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyiapkan tujuh kebijakan strategis untuk mengatasi kenaikan angka kemiskinan dan menekan ketimpangan di Jakarta yang tercatat mengalami peningkatan pada Maret 2025.
"Beban ekonomi makin berat dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Kami akan mengambil tujuh langkah cepat untuk mengatasi kemiskinan baru dan menekan ketimpangan," kata Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Suharini Eliawati, di Jakarta, Senin.
Suharini merinci kebijakan strategis ini yakni mengendalikan inflasi pangan dan energi. Pengendalian inflasi dilakukan melalui intervensi harga pasar, subsidi ongkos distribusi, serta memperkuat cadangan pangan strategis.
Kebijakan selanjutnya, yaitu memperluas dan memperkuat bantuan sosial, dengan menyasar kelompok hampir miskin dan masyarakat yang baru jatuh miskin akibat tekanan ekonomi.
Berikutnya, mendorong penciptaan kerja formal, termasuk perluasan program padat karya, pelatihan keterampilan digital, penguatan UMKM, dan kemitraan dengan sektor swasta.
Selanjutnya, meningkatkan akses terhadap hunian dan layanan dasar, dengan menyediakan hunian terjangkau dan subsidi untuk listrik, transportasi publik, serta pendidikan.
Kebijakan berikutnya, memberikan insentif kepada pelaku usaha yang mempekerjakan kelompok rentan, serta memperluas layanan publik di wilayah padat penduduk.
Kemudian, membangun fondasi dan menyusun indikator untuk menjawab kebutuhan konkret warga, seperti penyediaan infrastruktur dasar, pengembangan ekonomi hijau, serta penguatan akses terhadap pendidikan dan kesehatan.
Serta, mewujudkan Jakarta Fund untuk memperkuat investasi yang mendukung perekonomian Jakarta.
Suharini mengatakan, Pemprov DKI merespons serius kenaikan angka kemiskinan dan ketimpangan berdasarkan laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta.
Data BPS menunjukkan tingkat kemiskinan di Jakarta per Maret 2025 mencapai 4,28 persen, naik dari 4,14 persen pada September 2024. Kenaikan ini menjadi peningkatan pertama sejak pandemi COVID-19.
Suharini menyebut kondisi ini mencerminkan pemulihan ekonomi yang belum inklusif. Peningkatan jumlah pekerja informal dan tekanan inflasi turut memperlebar jurang ketimpangan sosial.
Selain tingkat kemiskinan, laporan BPS juga mencatat proporsi pengeluaran 40 persen masyarakat terbawah hanya sebesar 16,12 persen, menunjukkan ketimpangan tinggi sesuai klasifikasi Bank Dunia.
Adapun ketimpangan pengeluaran (rasio gini) Jakarta naik dari 0,431 (September 2024) menjadi 0,441 (Maret 2025), tertinggi di Indonesia.
“Fokus kami bukan hanya menurunkan angka kemiskinan, tetapi juga mempersempit kesenjangan. Kami ingin memastikan pertumbuhan ekonomi Jakarta lebih merata dan adil,” kata dia.
Suharini menyampaikan, Pemprov DKI Jakarta terus berkomitmen untuk memperkuat sinergi lintas sektor, termasuk dengan pemerintah pusat, lembaga filantropi, dan dunia usaha, guna menciptakan perlindungan sosial yang adaptif dan penciptaan kerja yang berkelanjutan.
Comments ( 0 )