Amin Soebandrio Tepis Anggapan bahwa Peneliti Kontrak Eijkman dapat Honor Besar

Amin Soebandrio Tepis Anggapan bahwa Peneliti Kontrak Eijkman dapat Honor Besar

KABARINDO, JAKARTAMantan Kepala Lembaga Biologi Molekular (LBM) Eijkman, Prof Dr Amin Soebandrio, menepis kabar terkait beberapa pihak yang menganggap bahwa gaji peneliti kontrak mendapatkan honor yang besar.

Dari tahun 2014 Amin memimpin lembaga tersebut dan mengaku gaji peneliti kontrak sangat memprihatinkan. Ketika memimpin ia juga sudah mencoba untuk menaikkan besaran gaji tenaga peneliti kontrak, tetapi hanya bisa naik secara bertahap dengan besaran yang tidak terlalu banyak.

“Memang banyak yang menyangka peneliti Eijkman itu kaya-kaya. Saya betul-betul hampir menangis karena take home pay peneliti kontrak di Eijkman itu lebih rendah dari gaji sopir saya,” ungkap Amin Soebandrio.

Ketika Arif memimpin, tiap tenaga peneliti kontrak menerima honor tak sampai Rp 4 juta. Namun, tenaga peneliti kontrak tidak mempermasalahkan besaran gaji yang mereka terima karena merasa pengalaman yang ia dapatkan selama bekerja di Eijkman jauh lebih berharga.

“Sekarang gaji mereka sekitar Rp 6-7 juta. Untuk tenaga yang begitu bagus, terampil, cerdas, berdedikasi tinggi, berintegritas, itu terlalu rendah sebetulnya. Kalau mereka bekerja di lab swasta atau industry pasti sudah lebih dari Rp 10 juta per bulan,” papar doctor bidang imunogenetik dari Universitas Kobe, Jepang itu.

Guru Besar Kehormatan Fakultas Kedokteran Universitas Sydney tersebut juga menjelaskan jika hal tersebut dilakukan lantaran sebagai pimpinan tidak bisa berbuat seenaknya. Ia harus mengikuti Standar Biaya Masukan yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Perekrutan peneliti honorer atau tenaga kontrak juga atas pengetahuan dan izin pimpinan di Kementerian Ristek.

Bahlkan setiap proyek yang dikerjakan oleh tenaga kontrak juga merupakan keputusan dari Kuasa Pengguna Anggaran yang mewakili Menteri. Semua proses tersebut juga akan diperiksa oleh Inspektorat, BPKP, BPK dan KPK disetiap tahunnya.

Prof Dr Amin Soebandrio menjelaskan hal ini untuk menepis pernyataan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko pada Senin (3/1/2021) yang menganggap perekrutan peneliti kontrak atau honorer dilakukan tanpa izin Menteri alias suka-suka pimpinan di Eijkman.

Menurutnya kontrak dengan peneliti juga tidak sembarangan, ia harus memperhatikan aturan APBN. Masa kontraknya hanya setahun, jika habis kontraknya bisa diperbarui dengan masa berlaku yang sama meskipun praktiknya tidak pernah setahun. Idealnya memang pekerja yang berkali-kali dikontrak harus menjadi pegawai tetap, akan tetapi hal itu tidak mudah karena formasi yang tersedia sangat terbatas.

“Mereka melakukan pekerjaan itu bukan sekedar mencari uang, tapi mereka punya passion. Mereka menikmati sekali bekerja, di Eijkman, mendapatkan pengalaman. Dan pengalaman itu yang tak bisa dinilai dengan uang,” kata lelaki kelahiran Semarang, 2 Juli 1953 itu.

Selain itu, ia juga menjelaskan dampak dari bergabungnya LBM Eijkman ke BRIN yang akan mengganggu target penyelesaian Vaksin Merah Putih, mengubah suasana dan budaya kerja termasuk potensi eksodusnya para peneliti Eijkman daru BRIN.

Sumber: Detik.com

Foto: ANTARA/Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional/pri.