Gencatan Senjata AS-Houthi: Dilematis dan "Prismatis" Trump
Oleh: Sabpri Piliang
WARTAWAN SENIOR
"HAAAAHH"? Tiba-tiba Houthi dan Trump gencatan senjata? Di tengah eskalasi "berbalas pantun" (bom), Been Gurion (Tel Aviv) dan Hodeidah (Sana'a).
Lanskap "prismatis" Trump! Langkah bias dengan banyak makna, adalah sebuah "lateral" (di luar teori). Donald Trump, sering membuat "kawan" atau "lawan", terantuk-antuk.
Ketika Presiden AS Donald Trump (30 Juni 2019). Bertemu Presiden Korea Utara Kim Jong-un, di garis demarkasi (DMZ) desa Panmunjom. Bagi Korea Selatan, mungkin itu peristiwa "prismatis" (bias dan banyak makna).
Bagaimana mungkin Presiden AS ke-45 (sekarang 47) bisa bertemu Kim Jong-un? Bagaimana mungkin, tempat yang digambarkan Presiden AS (ke-42) Bill Clinton (1993-2002) sebagai area "terseram" di dunia. bisa didatangi Donald Trump?
Presiden AS, Donald Trump, bukan seorang konvensional. Landasan "lateral thinking"nya (tidak biasa), banyak menghasilkan guncangan-guncangan hebat. Terakhir konsep "Perang Tarif", membuat dunia "kalang kabut".
Gencatan senjata AS (baca: Trump) dengan Houthi (Yaman) yang diprakarsai Oman. Merupakan kebutuhan historis untuk memperlancar alur navigasi (distribusi) kapal dagang AS di Laut Merah.
Meskipun ikatan kental AS-Israel membutuhkan intervensi militer (AS-Inggris) terhadap Houthi. AS tak mau terikat pada hal yang mempersulit distribusi ekspor-Impor, dan komersial AS ke Asia dan Eropa.
Laut Merah adalah jalur ekonomi penting untuk mempersingkat distribusi barang-barang AS. Sebanyak 12 persen distribusi barang global, harus melalui Laut Merah yang dikuasai Houthi.
Pertikaian Houthi dan AS, berangkat dari konflik Hamas-Israel yang telah berlangsung 19 bulan. Dalam visi pembelaan AS, negeri adidaya ini telah menyuplai Israel dengan: sistem pertahanan rudal (THAAD) dan Arrow. Keduanya, untuk melawan rudal Houthi.
Belakangan, setelah rudal jelajah Houthi menembus Bandara Ben Gurion (Israel/4 Mei). Yang ditembakkan dari jarak 2.000-an kilometer, ditambah sistem tangkis "Arrow", "Iron Dome", dan THAAD gagal menghentikannya. Israel terperangah.
Balasan bom Israel (5 Mei), kemudian memporakporandakan pelabuhan Hodeidah. Lalu, 6 Mei Bandara Sana'a/Yaman dibombardir Israel.
Ini tidak membuat Houthi kalah. Trump nampak mulai berpikir 'prismatik' dan 'lateral'.
Pengeboman yang diluncurkan berkali-kali dari dua kapal induk AS di laut Mediterania: USS Harry Truman dan USS Carl Vinsion ke sasaran Houthi di Yaman. Tidak membuat Houthi surut. AS sadar!
Perlawanan dan pembelaan Houthi pada Hamas, seperti tak ada habis-habisnya. Terusan Suez sebagai muara pintu masuk dari Laut Merah dan Selat Bab al-Mandab, makin sepi oleh lintas kapal dagang yang takut jadi sasaran Houthi. Perekonomian bisa kacau.
"Announcement" Trump, Selasa (6 Mei) kemarin, sangat mengejutkan. Israel, sebagai sekutu AS seperti tak percaya. Siapa yang berani mengecam Trump! Houthi menerima gencatan senjata AS. Namun, tidak untuk Israel!
AS tahu betul tentang Houthi. Selama 1,5 tahun terakhir. Dengan sandi "Prosperity Guardian" di Red Sea (Laut Merah), Houthi yang digempur dengan semua jenis senjata canggih AS-Inggris, tidak pernah kalah. Apalagi menyerah!
Bertindak dan bersikap "lateral", menepikan cara konvensional. Berdamai dengan Houthi! Itulah langkah unik yang dirempuh Trump.
Sejauh mana pengaruhnya terhadap konflik Gaza? Dari empiris, setiap kali Israel menggempur Gaza. Houthi akan bereaksi keras.
AS, dalam posisi dilematis dan prismatis.
Comments ( 0 )