Koalisi Indonesia Bebas TAR; Gelar Diskusi Publik
Palembang, Kabarindo– Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) kembali menggelar diskusi di Palembang, kota keempat dalam rangkaian KABAR Roadshow setelah Jakarta, Bandung, dan Bali.
Diskusi kali ini mengangkat topik mengenai pengurangan risiko kesehatan akibat bahaya TAR dari rokok melalui produk tembakau alternatif. Bekerja sama dengan peneliti dari kalangan akademis, pemerhati kesehatan publik, dan pengamat hukum, diskusi ini diharapkan dapat memberikan solusi dalam mengatasi masalah rokok khususnya di ibu kota provinsi Sumatera Selatan ini.
Dalam keterangan terpisah, Ketua Perhimpunan Dokter Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat Indonesia (PDK3MI), dr. Mariatul Fadhilah, MARS mengatakan “Sebagai pemerhati kesehatan publik, PDK3MI telah melakukan berbagai upaya untuk mendukung pemerintah dalam mengatasi permasalahan penyakit akibat rokok, salah satunya dengan mengingatkan bahwa cara terbaik agar terhindar dari penyakit akibat rokok adalah berhenti merokok. Namun, saya memahami untuk berhenti total itu bukan hal yang mudah. Maka perlu tahapan yang berangsur mengurangi kebiasaan. Peralihan untuk berhenti dapat dilakukan dengan memanfaatkan produk tembakau alternatif yang mulai dikenal di Indonesia,” jelas dr. Mariatul. PDK3MI sendiri merupakan organisasi yang fokus pada masalah-masalah kesehatan di masyarakat, dimana sekretariat pengurus pusatnya berada di kota Palembang.
Senada dengan PDK3MI, dr. Ardini Raksanagara, MPH, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan Peneliti Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Indonesia mengatakan bahwa perokok dan masyarakat luas perlu diedukasi mengenai zat berbahaya yang terkandung dalam rokok, seperti TAR. Karena dengan pemahaman yang utuh, seseorang bisa termotivasi dan akhirnya berpartisipasi aktif dalam gerakan menurunkan penyakit akibat rokok.
“Perokok seharusnya punya akses informasi terhadap fakta ilmiah dan penelitian yang kredibel, sehingga mereka paham apa perbedaan TAR dan nikotin yang terdapat dalam rokok termasuk langkah alternatif yang dapat membantu mengurangi risiko kesehatan mereka, seperti melalui pendekatan pengurangan risiko yang terdapat pada produk tembakau alternatif,” terang dr. Ardini.
TAR merupakan zat berbahaya yang dihasilkan dari proses pembakaran, termasuk pada saat rokok dibakar. Zat ini merupakan penyebab perokok kerap mengalami penyakit jantung, pernapasan, serta kanker. Sedangkan, nikotin adalah zat alami yang terdapat pada tembakau. Meskipun nikotin bukan penyebab penyakit akibat rokok, zat ini tidak bebas risiko dan jika dikonsumsi dalam dosis tinggi dapat menyebabkan ketergantungan. Selain pada rokok, nikotin juga terkandung dalam sayuran, seperti kembang kol, kentang, terung, dan tomat.
Di tahun 2017, YPKP Indonesia melakukan penelitian untuk mengetahui perubahan sel pada mulut kelompok perokok aktif, pengguna rokok elektrik, dan non pengguna. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perokok aktif memiliki jumlah inti sel kecil dalam kategori tinggi sebanyak 147,1. Sedangkan, pengguna rokok elektrik dan non perokok masuk dalam kategori normal, yakni berkisar pada angka 70-80. Jumlah inti sel kecil yang semakin banyak menunjukkan adanya ketidakstabilan sel yang merupakan indikator terjadinya kanker di rongga mulut.
Mengacu pada hasil penelitian tersebut, dr. Ardini memaparkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan dua kali lebih rendah dibandingkan dengan rokok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa produk tembakau alternatif bisa menjadi salah satu solusi bagi perokok aktif yang ingin berhenti namun kesulitan dan akhirnya memilih untuk melakukannya secara bertahap dengan beralih ke produk tembakau yang memiliki risiko kesehatan lebih rendah.
Payung Hukum Produk Tembakau Alternatif
Jika diamati dari perspektif regulasi, pengamat hukum Ariyo Bimmo, S.H., LL.M., menyatakan bahwa adanya penetapan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau pada produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) yang terdiri dari rokok elektrik atau vape, molase tembakau, tembakau hirup, dan tembakau kunyah patut mendapatkan apresiasi yang tinggi.
“Melalui PMK yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan tersebut, produk tembakau alternatif sudah diakui legalitasnya. Ini adalah kemajuan yang baik bagi Pemerintah Indonesia,” pungkas Ariyo.
Ariyo menambahkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki potensi yang berlaku tidak hanya bagi perokok, tetapi juga bagi orang-orang terdekat yang berada di sekitar perokok agar terhindar dari penyakit akibat rokok. “Dengan jumlah pengguna produk tembakau alternatif yang semakin meningkat, yang berdasarkan data Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) pada tahun 2017 sudah mencapai lebih dari satu juta vapers, maka penting bagi pemerintah untuk memformulasikan regulasi produk tembakau alternatif yang sesuai dengan tingkat risiko dan profil produk ini, dengan mengacu pada kajian dan bukti ilmiah. Karena apabila secara ilmiah produk tembakau alternatif terbukti memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada rokok, maka sudah semestinya aturan pemerintah disesuaikan dan tidak seketat rokok,” sambungnya.
Ariyo menambahkan bahwa Pemerintah Indonesia bisa berkaca dari Pemerintah Inggris yang melihat potensi produk tembakau alternatif dari hasil penelitian ilmiah. “Secara hukum, produk ini memiliki landasan yang cukup kuat untuk dirumuskan dalam sebuah regulasi. Oleh karena itu, penting untuk mulai dilihat dari sudut pandang tersebut dan melakukan penelitian komprehensif agar potensinya tidak sia-sia,” tegasnya.
Sebelum sesi diskusi berakhir, Ariyo juga kembali menegaskan pentingnya peran pemerintah, terutama kementerian dan lembaga terkait, dalam mendorong adanya sinergi dan dialog berkelanjutan secara terbuka dalam menjawab tantangan produk tembakau alternatif di Indonesia, khususnya di Palembang. “Upaya untuk mengatasi tantangan ini dapat dimulai dari pemerintah daerah dengan menyediakan informasi tepat mengenai produk tembakau alternatif kepada masyarakat. Selain itu, mendorong adanya kerangka regulasi yang sesuai, yang pada akhirnya dapat mendorong perokok untuk beralih ke produk tembakau yang lebih rendah risiko,” tutup Ariyo.
Comments ( 0 )