Mengapa Turun Salju di Sahara?

Mengapa Turun Salju di Sahara?

KABARINDO, TANGERANG – Saat mendengar kata gurun, apa yang terlintas di pikiran Anda? Area luas kering kerontang penuh debu kah? Hal tersebut tidaklah terlalu meleset, kecuali untuk beberapa hari di Ain Sefra, Algeria bagian barat, saat salju menyelimuti padang pasir di gerbang Sahara itu.

Fotografer Karim Bouchetata pada bulan Januari ini membagikan foto-foto dan video hamparan salju serta butiran es di area Ain Sefra, yang berada di Pegunungan Atlas, 1.081 meter di atas permukaan laut dan berada dekat dengan perbatasan Maroko.

(Foto: Ain Sefra -Karim Bouchetata)

Kondisi Geografis

Brittanica mendefinisikan gurun sebagai area tanah yang luas dan sangat kering dengan vegetasi yang jarang. 

Lebih spesifik lagi, menurut Badan Survei Geologi AS (USGS), karakteristik yang menentukan dari gurun adalah curah hujan tahunan rata-rata di area tersebut sekitar 25 cm atau bahkan kurang.

(Foto: Ain Sefra -Karim Bouchetata)

Sahara terkenal sebagai salah satu gurun terkering di dunia, dengan suhu yang dapat melonjak hingga 50 derajat Celsius di siang hari. Sahara juga tercatat sebagai salah satu tempat terpanas di bumi, bersama Death Valley di California dan kota-kota tertentu di dekat khatulistiwa seperti Dallol di Ethiopia dan Wadi Halfa di Sudan.

Gurun besar yang membentang di 11 negara (Aljazair, Chad, Mesir, Libya, Mali, Mauritania, Maroko, Niger, Sahara Barat, Sudan, dan Tunisia) ini memiliki bukit pasir yang dapat mencapai ketinggian hingga 180 meter.

Penyebab Salju

Turunnya salju di Sahara sebenarnya bukanlah sesuatu yang benar-benar tidak wajar. Wilayah Ain Sefra telah mengalami salju beberapa kali sebelumnya dalam 40 tahun terakhir, tepatnya pada 1979, 2017, 2018 dan 2021. 

(Foto: Salju di Sahara tahun 2018 -NPR)

Menurut laporan DailyMail, sistem tekanan tinggi dari udara dingin telah pindah ke darat menuju gurun, menyebabkan suhu yang lebih rendah.

Antisiklon semacam itu cenderung mencapai Arab Saudi dengan bergerak searah jarum jam keluar dari Asia Tengah, membawa uap air dalam perjalanan yang mendingin membentuk salju, dan pada Januari 2022 dan 2021, salju turun ke Sahara dan Arab Saudi

(Wikipedia)

Satu studi ilmiah yang dirilis dalam Journal Science menunjukkan bahwa peristiwa cuaca dingin yang ekstrem dapat dikaitkan dengan naiknya suhu di Arktik

Dalam waktu kurang dari setengah abad, dari tahun 1971 hingga 2019, suhu tahunan rata-rata Arktik naik 3,1°C, dibandingkan dengan rata-rata kenaikan suhu bumi yang hanya sebesar 1°C. Ini artinya, Kutub Utara telah menghangat tiga kali lebih cepat daripada planet bumi secara keseluruhan, dan lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya

Meskipun penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat, laporannya memprediksi bahwa akibat dari pemanasan global, termasuk di Arktik, gelombang dingin menjadi lebih mungkin terjadi di seluruh dunia, bahkan di gurun-gurun.

Mengutip hasil penelitian itu, Forum Ekonomi Dunia (WEF) mendorong dipercepatnya pengurangan emisi gas rumah kaca yang mendorong pemanasan global, serta menambahkan pentingnya “mengembangkan strategi yang lebih baik untuk mengelola peristiwa cuaca ekstrem, baik panas maupun dingin."

(Foto: Salju menyelimuti Gurun Sahara tahun 2018. -NPR)

Penting untuk dicatat bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia telah menyebabkan Gurun Sahara berkembang hingga sekitar 10 persen lebih besar dari hampir seabad yang lalu.​​

Membesarnya sebuah gurun sangat mungkin menyebabkan kekeringan di negara-negara sekitarnya. ***(Sumber dan foto: Euronews, NPR dan lain-lain)