Apa Kabar Pers Nasional?

Apa Kabar Pers Nasional?
Apa Kabar Pers Nasional?

 

 

Oleh: Hasyim Arsal Alhabsi, Direktur Dehills Institute 

 

Hari Pers Nasional bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan momentum refleksi mendalam: di mana posisi pers Indonesia saat ini? Apakah ia masih berdiri kokoh sebagai pilar demokrasi, ataukah ia telah terseret arus kepentingan?

Pers, dalam sejarahnya, bukan hanya saksi peristiwa, tetapi juga kompas bagi peradaban. Ia membimbing arah kebijakan, mengawal keadilan, dan menyuarakan suara-suara yang kerap tak terdengar dan terabaikan. Ia adalah penyeimbang antara penguasa dan rakyat, antara kepentingan ekonomi dan hak-hak sosial, antara realitas dan harapan. Namun, di tengah gempuran informasi di era digital, maruah pers diuji oleh berbagai tantangan: tekanan politik, kepentingan pemilik modal, serta derasnya gelombang informasi yang tak selalu berorientasi pada kebenaran.

Pers sejatinya memiliki tiga fungsi utama: menginformasikan, mendidik, dan menyeimbangkan arus informasi agar publik mendapatkan perspektif yang jernih. Fungsi-fungsi ini yang kini perlu dikembalikan ke pangkuan pers Indonesia. Bukan berarti pers harus steril dari kepentingan—karena di dunia mana pun, absolutisme netralitas adalah ilusi—tetapi yang utama adalah keberpihakan pada kebenaran, keadilan, dan kepentingan rakyat.

Dalam sejarah bangsa ini, pers adalah salah satu aktor utama dalam perjuangan kemerdekaan, reformasi, hingga mengawal kebijakan pembangunan. Dari Pena Multatuli yang menggetarkan Belanda, hingga tajuk-tajuk utama Harian KAMI yang menggerakkan mahasiswa di tahun 1966, pers selalu menjadi kekuatan yang tidak bisa diabaikan. Namun, pertanyaannya kini: masihkah pers memiliki keberanian yang sama?

Realitas hari ini menunjukkan bahwa pers berada dalam persimpangan jalan. Di satu sisi, ia masih berperan sebagai watchdog demokrasi, mengungkap skandal, menyajikan laporan investigatif, dan melawan hoaks. Di sisi lain, sebagian media justru menjadi alat propaganda, terjebak dalam kepentingan oligarki, dan mengabaikan independensinya. Beberapa media menjadi mesin penggiring opini, mengorbankan fakta demi klik dan rating.

Namun, harapan belum padam. Kehadiran pers tetap penting. Masih ada jurnalis-jurnalis yang berpegang teguh pada idealisme, yang menolak tunduk pada tekanan, yang mengangkat isu-isu substansial alih-alih sekadar sensasi. Masih ada media yang menjadikan edukasi sebagai misi utama, bukan sekadar mengejar trafik atau viralitas semu.

Kini, tugas kita bersama adalah mengembalikan marwah pers ke jalurnya. Pers harus bangkit, kembali kepada fungsinya sebagai pilar demokrasi, penjaga transparansi, dan pengawal kebenaran. Jika demokrasi adalah kapal, maka pers adalah mercusuarnya—tanpanya, kapal itu akan karam di lautan ketidakpastian.

Kepada pers Indonesia, izinkan kami bertanya: apa kabar hari ini?

Selamat Hari Pers Nasional.